“..bagi mereka yang
sadar akan sepenuhnya menyadari bahwa kekuatan Ilahi sedang menampakkan
dirinya. Hari ke hari pohon baru ini semakin tumbuh dan kokoh. Pohon baru
ini adalah republik Islam. Inilah Kalimah thayyibah; ”Akarnya kokoh di tanah
dan cabangnya menyebar di udara” (Ayatullah Ali Khamenei)
Salah satu
perkembangan yang paling penting dalam abad ke-21 ini di Timur Tengah adalah
tampilnya Iran sebagai salah satu kekuatan regional. Ini bukan hanya
semata-mata karena Iran adalah sebuah pemerintah Islam atau karena mampu
mengembangkan nuklir, tetapi juga faktor lainnya, baik itu secara geopolitik
maupun kedekatan emosional dan kedekatan politis dengan negara-negara Timur
Tengah.
Iran yang saat ini
dipimpin oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad memiliki pandangan tersendiri dalam
membaca kondisi Dunia Arab. Kemampuan Iran dalam menunjukkan identitas pun
harus diakui cukup hebat. Yaitu ketika konflik Israel-Palestina menemui jalan
buntu, ada rasa frustasi dan kemarahan terhadap fakta bahwa proses perdamaian tidak
jelas penyelesaiannya.
Berbagai isu pun
dilontarkan oleh Iran untuk mempertanyakan kembali kebenaran sejarah, apakah
itu hanya sebuah rekonstruksi semata. Tulisan ini akan mencoba melihat
bagaimana Iran memposisikan dirinya di Timur Tengah dan bagaimanakah kebijakan
luar negeri Iran terhadap negara-negara Timur Tengah.
Kawasan Timur Tengah
Jika mendengar kata
“Timur Tengah”, dalam benak kita pasti akan terbayang bangsa Arab, wilayah yang
penuh hamparan padang pasir, perbudakan, wilayah yang selalu bergejolak dengan
konflik dan perang, tetapi juga kawasan yang kaya akan minyak.
Berbagai citra yang
dikesankan negatif mengenai Timur Tengah itu, dalam beberapa hal, membuat
perhatian terhadap kawasan ini sangat terbatas. Tetapi sebenarnya ada empat isu
yang menjadikan Timur Tengah sebagai wilayah yang amat sangat penting.
Pertama dalam aspek
historis, Timur Tengah adalah tempat lahirnya peradaban pertama manusia
Banyak kepercayaan
dan aliran-aliran dunia muncul dari sini. Penemuan-penemuan manusia di masa
lalu berasal dari kawasan ini. Hukum-hukum pertama di dunia ditulis di kawasan
ini dan sebagainya.
Kedua yaitu aspek
geografis
Kawasan ini terletak
di antara tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa. Timur Tengah dengan Terusan Suez
yang dibuat oleh Darius, Kaisar Iran hampir 25 abad yang lalu, merupakan tempat
yang menghubungkan dua laut dikawasan ini, yaitu Laut Merah dan Mediterania.
Timur Tengah pada
awal abad ke-20 menjadi pusat perhatian dunia, dan mungkin kawasan yang paling
sensitif dari segi strategis, ekonomis, politis, dan kebudayaan. Teluk Persia
yang strategis pun juga terletak di kawasan ini.
Ketiga yaitu aspek
keagamaan
Timur Tengah
merupakan tempat lahirnya agama Yahudi, Kristen dan Islam. Tempat-tempat suci
agama-agama besar Samawi seperti Baitul Muqaddas, Ka’bah, dan tempat lahirnya
Nabi Isa AS dan Sinagog-sinagog besar orang Yahudi pun berada kawasan ini.
Terakhir yaitu aspek
ekonomis
Kawasan ini memiliki
sumber-sumber minyak dan gasoline yang paling kaya. Wajar jika ada banyak pihak
berkeinginan untuk menguasai kawasan Timur Tengah. Belum lagi kenaikan harga
minyak dunia yang mencapai tingkat tertinggi saat ini membuat negara-negara di
Timur Tengah, khususnya kawasan Teluk, kini berlimpah kekayaan. Hal ini
menjadikan banyak dari negara-negara luar ingin menjadikan negara-negara di
Timur Tengah sebagai mitra dagang dan mitra investasi yang sangat potensial.
Ada dua hal yang
terkadang terlupakan apabila mengkaji tentang kawasan Timur Tengah, yaitu sepak
terjang Zionis dan upaya Inggris dalam membagi Imperium Usmaniyah serta
mendirikan negara Yahudi di Timur Tengah.
Sejarah Timur Tengah
tidak akan pernah terlepas dari peran Inggris dalam menyerahkan masalah
Palestina kepada PBB dan Amerika yang begitu getolnya mensukseskan pengesahan
Resolusi Pembagian Palestina tahun 1947, ditambah sebagai negara yang pertama
kali mengakui Israel. Kenyataan ini seringkali tertutupi oleh media Barat.
Revolusi Islam Iran
Keberhasilan Revolusi
Islam Iran yang terjadi pada tahun 1979 merupakan salah satu hal yang tidak
terduga di tengah terjadinya berbagai konflik di Timur Tengah. Revolusi yang
sering disebut juga “revolusi besar ketiga dalam sejarah,” setelah Perancis dan
Revolusi Bolshevik menimbulkan dampak yang sangat berarti bagi bangsa Arab yang
sedang menghadapi gencarnya keserakahan rezim Zionis di Israel.
Disusul dengan
runtuhnya Uni Sovyet, Amerika Serikat berusaha segera menempati posisi
pengganti untuk menjaga kepentingannya di Timur Tengah dengan menyerang Irak.
Tujuan AS adalah terus menerus berupaya membangun suatu kekuatan “Anglo
American” yang mampu mengontrol kawasan Timur Tengah.
Pemimpin revolusi dan
pendiri dari Republik Islam, Ayatullah Ruhollah Khomeini berhasil
mengangkat masalah Palestina sebagai persoalan dalam dunia Islam. Inilah yang
menjadikan pergeseran makna yang dahulu dikatakan konflik Arab-Israel dan
sekarang menjadi krisis Israel dan Dunia Islam.
Peran Iran di Timur
Tengah
Tidak bisa
dipungkiri, Iran di bawah kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad kini menjadi negara
paling berpengaruh di Timur Tengah. Belum lagi, kemampuan nuklir Iran yang
membuat negara-negara Barat tidak bisa meremehkan. Keberhasilan politik luar
negeri Iran dalam dua tahun pertama masa pemerintahan Ahmadinejad dapat
ditelusuri di kawasan Timur Tengah.
Sistem diplomasi
Republik Islam Iran dengan memanfaatkan seluruh kemampuan yang dimiliki
berhasil dalam aksi-aksinya di Irak, Afghanistan, Palestina, Lebanon dan juga
Amerika Latin. Kemampuan diplomasi pemerintah Ahmadinejad mengubah Revolusi
Islam Iran menjadikan salah satu negara terkuat di Timur Tengah.
Kemampuan Iran diakui
oleh tokoh-tokoh Barat yang menasehati Gedung Putih agar tidak memandang
sebelah mata peran dan posisi Iran di Timur Tengah. Perundingan segi tiga
Baghdad menunjukkan posisi Iran sangat menentukan di peta politik Timur Tengah.
Perundingan segi tiga terlaksana setelah permintaan resmi Amerika dan desakan
pemerintah Irak. Satu hal yang menggembirakan, ketika Timur Tengah menjadi
pusat konsentrasi tekanan politik dan militer Amerika dan sekutunya terhadap
Iran, keberhasilan diplomasi Iran lebih mendominasi.
Pejabat-pejabat
tinggi Irak lebih menganggap Iran sebagai negara sahabat dan lebih dekat dengan
mereka. Usaha Amerika untuk merusak hubungan ini selalu menemui jalan buntu.
Terbukti dengan kunjungan bersejarah dan untuk pertama kalinya Presiden Iran
Mahmoud Ahmadinejad ke Baghdad Maret 2008 lalu, dalam kunjungannya Mahmoud
Ahmadinejad berupaya lebih meyakinkan para pemimpin Irak bahwa Iran tidak akan
membakar kekerasan di Irak dan menginginkan perdamaian di Irak.
Di kawasan Teluk
Persia, politik luar negeri Iran yang aktif dan cerdas ditambah kunjungan
Presiden Mahmoud Ahmadinejad ke Arab Saudi dan Unit Emirat Arab memperkokoh
hubungan Iran dan negara-negara di sekitar Teluk Persia. Pada saat yang sama,
kunjungan pejabat-pejabat tinggi Amerika, khususnya Condoleeza Rice (Menteri
Luar Negeri AS) dan Robert Gates (Menteri Pertahanan AS), gagal mengajak
negara-negara Arab memusuhi Iran. Di Afghanistan, Hamid Karzai, Presiden
Aghanistan, membela hubungan mesra Iran dan Aghanistan.
Pembelaannya
disampaikan saat kunjungannya ke Amerika. Kalangan politisi dan media Barat
menilai itu sebagai kemenangan lain diplomasi Iran di kawasan Timur Tengah.
Kebijakan politik luar negeri Iran di kawasan Timur Tengah dan seluruh
negara-negara Islam berlandaskan upaya mewujudkan persatuan di dunia Islam.
Kunjungan-kunjungan Presiden Ahmadinejad ke negara-negara seperti Suriah,
Malaysia, Azerbaijan, Tajikistan, Qatar, Sudan, UEA dan Arab Saudi bertujuan
mewujudkan persatuan negara-negara Islam.
Tidak terlepas dan
tidak akan terlupakan pula bagaimana ketajaman retorika yang ditunjukkan Iran
oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad ketika memenuhi undangan forum debat di
Universitas Columbia tahun 2007 silam. Disana beliau menunjukkan bagaimanakah
identitas Islam dan Iran sebenarnya. Berbagai respon positif paska kunjungannya
pun mengalir deras terhadap Mahmoud Ahmadinejad.
Iran dan program
Nuklir
“Sanksi ketiga bagi
Iran yang diberikan Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi 1803, menunjukkan
standar ganda PBB. PBB hanya menjatuhkan sanksi bagi Iran yang akan
mengembangkan nuklir untuk tujuan damai, tetapi tidak memberikan sanksi apa pun
bagi Israel yang jelas memiliki hulu ledak nuklir dan digunakan untuk perang.” (Ayatullah
Dorri Najaf Abadi)
Ketika penulis
menerima kunjungan dari beberapa mahasiswa dari global Union of Muslim college
college students yang dipimpin oleh Mohammad Ali Ghodspure, mereka selalu
menjelaskan bahwasannya tujuan software nuklir Iran bukanlah untuk persenjataan
tetapi untuk tujuan damai. Mereka mengatakan bahwasannya banyak informasi yang
dibuat oleh media Barat dengan sengaja memojokkan Iran.
Indonesia pun
memandang Resolusi Dewan Keamanan PBB 1803 yang menjatuhkan sanksi baru
terhadap Iran didominasi penggambaran sepihak dan tidak merefleksikan dinamika
penyelesaian.
Bangsa Iran
menginginkan independensi dan tidak ingin bangsa lain mengintervensi secara
hegemonik apa yang menjadi hak mereka. Ahmadinejad pernah berkata, “Jika
kita menyerahkan software nuklir kita, mereka akan meminta hak-hak kita. Jika
kita menyerahkan hak-hak asasi manusia kita, mereka akan meminta hak-hak
hewan”.
Presiden Iran
tersebut juga berpendapat bahwa Barat khawatir bila Iran mampu meraih semua
tujuan yang diinginkannya di bidang pemanfaatan damai energi nuklir, Iran akan
menjadi simbol bagi seluruh negara berkembang. Masyarakat tertindas di dunia
akan meniru apa yang telah dicapai oleh bangsa Iran dan akan mempermasalahkan
otoritas monopoli sejumlah negara atas energi nuklir.
Atas dasar ini,
Amerika beserta sejumlah sekutunya di Eropa dan Rezim Zionis Israel mengerahkan
segala kekuatannya untuk menghentikan program damai energi nuklir Iran.
Posisi Iran
”Saudara-saudara
muslim, baik yang di Iran, Irak, Pakistan, Libanon, Palestina ataupun wilayah
lain di penjuru alam, apapun mazhab mereka. Ini mereka ketahui, bahwa keyakinan
kita juga keyakinan seluruh ulama hakiki Islam, bahwa; “Mengotori tangan dengan
darah saudara muslim sendiri, adalah sebuah dosa yang tidak akan terampuni.” (Ayatullah
Ali Khamenei)
Kekaguman penulis
terhadap Iran adalah penerapan ideologi dan akidah Islamnya yang kuat dalam
pemerintahan. Ini ditunjukkan dengan perilaku, sikap dan kebijakan luar negeri
Iran yang berlandaskan pada prinsip-prinsip serta nilai akidah Islam.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 152 UUD Republik Islam Iran mengatur bahwa:
“Politik luar negeri
didasarkan pada penolakan segala bentuk dominasi atau penyerahan kepadanya,
mempertahankan segala sesuatu yang meliputi kemerdekaan dan keutuhan wilayah
Negara, mempertahankan hak-hak seluruh umat Islam, tidak memihak kepada
kekuasaan-kekuasaan yang mendominasi, dan hubungan-hubungan damai yang
timbale-balik dengan Negara-negara yang tidak bermusuhan.”
Begitu juga pada
pasal 154 UUD Republik Islam Iran yang menyatakan: “Republik Islam Iran
beraspirasi untuk kebahagiaan manusiawi dalam lingkungan umat manusia serta
mengakui kemerdekaan, kebebasan, keadilan, dan kebenaran sebagai hak-hak
yang harus dinikmati oleh semua manusia sedunia. Oleh Karena itu maka sambil
menahan diri dengan cermat dari segala macam intervensi dalam urusan-urusan
dalam Negara bangsa lain, Republik Islam Iran harus menyokong setiap perjuangan
yang adil dari kaum mustaz’afin melawan mustakbirin di mana saja pun di muka
bumi.”
Penulis menilai
posisi Iran di Timur Tengah dapat menjadi pemicu dan menggugah negara Islam
lainnya untuk melawan ketidakadilan yang ditimbulkan oleh negara-negara
penjajah Timur Tengah. Sikap Iran dengan menunjukkan tidak ingin menerima
hubungan dengan kekuatan yang ingin mendikte, kemudian menjalankan kebijakan
politik luar negerinya secara cerdas dan realistis menghadapi sistem hegemoni
dunia, disertai politik luar negeri dan hubungan internasional Republik Islam
Iran berlandaskan syariat Islam.
Membuktikan agama
Islam menolak sistem hegemoni sejumlah negara yang sewenang-wenang. Islam
mengajarkan perdamaian, keamanan dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia.
Belajar dari pengalaman Republik Islam Iran dalam menghadapi kelicikan tiga
dekade terakhir hegemoni Barat yang dimotori oleh Amerika, dapat dikatakan
bahwa dengan tawakal kepada Allah dan kepercayaan diri berdasarkan nilai-nilai
Islam, pemerintah dan rakyat Iran akan dapat keluar sebagai pemenang.
Iran pada akhirnya
mampu menjadi figur bagi negara-negara Muslim di Timur Tengah dan sekitarnya.
Banyak bangsa yang ikut merasakan bangga terhadap Iran. Bagi mereka,
keberhasilan Iran adalah keberhasilan bangsa mereka juga. Inilah buah dari
identitas revolusi Islam dengan komitmen pemimpin besar dan dukungan bangsa
Iran.
(Foto Penulis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar