Zaman berzaman ya maula ya
Rasulullah
lahirlah nabi ya maula di tanah Makkah
wafatnya nabi ya maula negeri Madinah
tinggalkan putri ya maula Siti Fatimah.
lahirlah nabi ya maula di tanah Makkah
wafatnya nabi ya maula negeri Madinah
tinggalkan putri ya maula Siti Fatimah.
“Inilah cuplikan pidato Rais
Syuriah PBNU, KH Syaifudin Amtsir, di Acara Idul Ghadir di Aula Gedung Smesco
Jakarta 26 Oktober 2013”
Saya sudah cukup lama membuat
suatu kesimpulan yang saya belum pernah menemukan bagaimana rasanya membuat
kesimpulan itu menjadi berubah. Yaitu sejak tahun ’81, waktu datang delegasi
yang diutus oleh pemerintah Iran, yang saya masih ingat namanya, Syekh Abdul
Qadir Al Katiri Asy Syafi’i.
Beliau datang mengawal salah satu
orang alim besar dari Iran sana yang begitu mengesankan saya pada saat
memaparkan apa yang ia rasakan tentang Indonesia dengan pernik-pernik
pandangannya yang berupa-rupa, yang bermacam-macam terhadap Iran itu. Saat itu Abdul
Qadir Al Katiri Asy Syafii, yang mungkin ia dari Kurdistan, memeluk saya saat
saya menerjemahkan kalimat-kalimatnya buat para mahasiswa, buat anak-anak SMA,
anak-anak sekolah madrasah yang datang ingin tahu rupa dari revolusi dan dari
kembalinya al Imam Ayatullah Ruhullah al Khameini itu berikut
pengantarnya-pengantarnya.
Ooo begini rupanya, revolusi
Iran ditulis secara lengkap oleh Prof. Dr. Nasir Tamara yang belum jadi
profesor saat itu sekitar tahun ’81. Dan saya menjadi terkejut juga ketika
berkomentar, sampai saya tidak tahu lagi namanya, Ayatullah dari Iran itu
yang berkata,
“Kalian itu masih banyak yang
terkungkung dengan kejahatan pers internasional. Sebab kalian hanya mendengar
info yang dilansir dari koran-koran di Indonesia bahwa kami orang Iran
memenjarakan ilmuwan-ilmuwan dari kalangan Sunni. Bila Anda datang ke sana Anda
akan melihat sesuatu yang sama sekali berbeda bahwa kamilah yang menghormati
ilmu dan menghormati para ilmuwan Sunni yang kami posisikan pada tempatnya yang
benar. Para ilmuwan kami beri jatah mereka sebagai ilmuwan.”
Pada jumpa pertama di tahun ’81
di Jakarta di Kedutaan Iran itu saya mendengar info seperti ini. Dan betapa
hebatnya, menurut perasaan saya, ketika dalam pemaparan yang menggebu-gebu itu
beliau hanya membagikan-bagikan kepingan-kepingan seperti uang dari logam,
kepingan logam itu yang bersimbolkan Masjidil Haram..ee Masjidil Aqsha.
Bagaimana dengan Masjidil Aqsha?. Itulah tawaran mereka. Siapa yang berkuasa di
sana sekarang ini?. Orang tahu Masjid Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah
yang kedua-duanya masih dalam kekuasaan kaum muslimin, tapi bagaimana dengan Al
Aqsha?
Eee saya kira suatu pertanyaan
yang dirasakan siapa saja, “man lam yahtamma bi amril muslimina falaysa
minhum.” Itulah yang tersemat dalam ingatan saya.
Hadirin hadirot yang saya
cintai dan saya mulyakan!
Kesimpulan yang saya maksud
saat itu, bila tujuan sama, bila jalannya sama, bila yang disembah sama, bila
kitab sucinya sama, tetapi dalam kesamaan-kesamaan yang begitu mendominasi
seluruh daerah pemikiran di dunia Islam, lalu dari sesuatu yang serba sama
muncul tuduhan-tuduhan saling salah dan saling berbeda maka semua orang akan
berkesimpulan tidak ada yang benar di dalam dunia Islam. Tidak ada lagi yang
patut diikuti di dalam dunia Islam.
Kata Syi’i, antum mukhtiin, ya
Sunniyin kamu ini orang salah semua hai ahli sunnah. Kata Sunni kamu juga orang
serba salah semua hai orang-orang Syiah. Lalu datang pertanyaan bila kedua
pihak cuma bisa menyalahkan lantas siapa yang benar?
Untuk Indonesia, saya kan masih
ikut mengalami meskipun serba sedikit ya zaman pemberontakan PKI di tahun ’65
itu. Sebelumnya kan muncul ke atas, yang mereka eluk-elukkan dengan sebutan Nasakom.
Maafkan saya menyebut ini, dulu simbol mereka boleh didendangkan sedikit ya
sesuai dengan lagu yang ada:
Nasakom bersatu, singkirkan
kepala batu
Nasakom satu cita sosialisme pasti jaya.
Nasakom satu cita sosialisme pasti jaya.
saya anak SD waktu itu
Iki piye iki piye iki piye
sandang pangan larange koyo ngene
akibate salah urus ranok kabeh
mulo ayo diganyang wae
yo saiki yo saiki yo saiki
wes ono deklarasi ekonomi
senjata ampuh mitayani
kanggo mbasmi kaum korupsi.
sandang pangan larange koyo ngene
akibate salah urus ranok kabeh
mulo ayo diganyang wae
yo saiki yo saiki yo saiki
wes ono deklarasi ekonomi
senjata ampuh mitayani
kanggo mbasmi kaum korupsi.
Lagu itu menyembul dari
ranahnya orang-orang Komunis di Indoneisa. Tapi dengan begitu gesitnya,
cerdiknya, dia menggabung ini NASAKOM dia bilang. Di sini nasionalis, di sini
agama, di sini komunis. Tapi ujung cerita kata Pak Jurmawel Ahmad sang auditur
saat itu, “Anda berdua-dua menggencet agama, nasionalis hurufnya tiga, komunis
hurufnya tiga, orang beragama hanya satu huruf, NASAKOM”.
Itu yang masih saya ingat di
zaman itu. Kalau ini bolehlah dikritisi sebagai sesuatu yang saling bertabrakan
untuk menjepit yang dibuat malang, nasionalisme agama komunis. Tapi kalo
Syii-Sunni yang ini kiblatnya ya ada di kiblat di Mekkah yang ini Qur’annya
Qur’anuna wahid, kalau main salah-salahan habislah semuanya. Itulah yang saya
simpulkan saat itu.
Makanya dalam pertemuan
terakhir yang saya pikirkan saya sangat terpesona dengan apa yang saya bawa
pulang ke Indonesia saat saya diundang ke Iran sana. Saya ketemu banyaknya
ulama ahlussunah wal jamaah dan banyaknya ulama-ulama dari kalangan Syiah yang
semuanya sepakat untuk berkata “falaysia ma’na taqrib bi an yanqariba an sunni
syiiyan wa an yanqariba syi’i sunniyan”, arti taqrib itu bukan berarti secara
total membuat suatu perubahan secara total sampai orang Syi’i berubah menjadi
Sunni, atau Sunni berubah menjadi Syi’i, kata mereka.
Saya
terangkan, itu diungkapkan oleh puluhan ulama baik dari kalangan Sunni maupun
dari kalangan Syi’i. Bahkan yang benar adalah dari perbedaaan-perbedaan bisa
dicari persamaan-persamaan, dari persamaan-persamaan bisa dicari alat-alat
persatuan.
Sambutan saya cuma sampai
di sini mudah-mudahan ada manfaatnya. Maafkan bila terkhilaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar