“Ceramah Albert Einstein pada Akademi Sains Prusia di
Berlin, 27 Januari 1921”
Suatu alasan mengapa
matematika memperoleh penghargaan istimewa, di atas ilmu-ilmu yang lain, adalah
bahwa hukum-hukumnya bersifat pasti secara mutlak dan tidak dapat
diperdebatkan, sementara pada ilmu-ilmu yang lain sampai pada batas tertentu
dapat diperdebatkan dan secara konstan berada dalam bahaya untuk suatu waktu
dicampakkan oleh temuan-temuan baru. Sekalipun demikian, peneliti dalam
departemen ilmiah yang lain tidak akan beriri hati terhadap matematikawan jika
hukum-hukum matematika mengacu pada obyek-obyek bayangan kita, dan bukan pada
obyek-obyek nyata. Karena bukanlah suatu hal yang mengejutkan bahwa orang-orang
yang berbeda sampai pada kesimpulan logis yang sama jika mereka telah sepakat
dengan hukum-hukum dasarnya (aksioma), dan juga metode-metode darimana
hukum-hukum yang lain akan diturunkan daripadanya. Tetapi ada alasan yang lain
untuk reputasi tinggi dari matematika, yaitu bahwa matematikalah yang
memberikan kepada ilmu-ilmu alam eksak suatu ukuran keamanan, yang tanpa
matematika tidak dapat diperoleh.
Pada titik ini suatu
teka-teki muncul dengan sendirinya yang pada segala jaman telah mengganggu para
pemikir. Bagaimana mungkin matematika, yang merupakan produk pikiran manusia
yang terlepas dari pengalaman, secara mencolok bersesuaian dengan obyek-obyek
nyata? Adalah pemikiran manusia, yang kemudian, tanpa pengalaman, hampir-hampir
melulu oleh perenungan, mungkin untuk mengukur dalamnya sifat-sifat hal-hal
nyata.
Menurut saya jawaban atas
pertanyaan ini adalah, ringkasnya, ini : -Sejauh hukum-hukum matematika
mengacu pada kenyataan, tidak bersifat pasti; dan sejauh mereka bersifat pasti,
tidak mengacu pada kenyataan. Tampaknya kejernihan yang lengkap mengenai
hal-hal ini mulanya menjadi suatu sifat yang lumrah melalui bidang baru dalam
matematika yang dikenal sebagai logika matematika atau "Aksiomatik".
Kemajuan yang dicapai oleh aksiomatik adalah bahwa ia secara rapi telah
memisahkan logika-formal dari pengertian objektif atau intuitifnya; menurut
aksiomatik logika-formal itu sendiri membentuk benda-subyek dari matematik,
yang tidak berkaitan dengan pengertian intuitif atau pengertian lain yang
berhubungan dengan logika-formal.
Marilah kita sejenak
memperhatikan dari sudut pandang ini sebarang aksioma dari geometri, misalnya,
yang berikut : -Melalui dua titik dalam ruang akan selalu lewat satu dan hanya
satu garis lurus. Bagaimana aksioma ini harus diinterpretasikan dalam cara lama
dan dalam cara yang lebih modern ?
Penafsiran yang lebih tua:
- Setiap orang tahu apakah garis lurus itu, dan apakah titik itu. Apakah
pengetahuan ini berasal dari kemampuan pikiran manusia atau dari pengalaman,
dari suatu hubungan antara dua orang atau dari sumber lain, bukanlah
matematikawan yang akan memutuskan. Pertanyaan tersebut ditinggalkan untuk
filsuf. Didasarkan atas pengetahuan ini, yang mendahului semua matematika,
aksioma yang dikemukakan di atas adalah -seperti semua aksioma lainnya,
bersifat membuktikan sendiri (self-evident)- pernyataan dari suatu
bagian dari pengetahuan a priori.
Penafsiran yang lebih
modern: Geometri memperlakukan entitas-entitas yang dinyatakan oleh kata-kata
garislurus, titik, dan sebagainya. Entitas-entitas tersebut tidak mengambil
begitu saja sebarang pengetahuan atau intuisi apapun, tetapi mengandaikan hanya
kesahihan dari aksioma tersebut, seperti yang telah dinyatakan di atas, yang
mana akan diambil dalam cara yang formal murni, yaitu sebagai terlepas dari
semua pengertian intuitif atau pengalaman. Aksioma-aksioma ini adalah kreasi
bebas dari pikiran manusia. Semua proposisi geometri yang lain adalah
interpretasi logis dari aksioma-aksioma (yang akan diambil dalam pengertian
nominalistik saja). Hal yang dibahas oleh geometri mulanya didefinisikan oleh
aksioma-aksioma. Schlick dalam bukunya tentang epistemologi telah menjelaskan
aksioma secara tepat sebagai "definisi implisit".
Pandangan ini tentang
aksioma, dipimpin oleh aksiomatik modern, membersihkan matematika dari
elemen-elemen luar, dan karenanya mengusir kegelapan mistik yang sebelumnya
melingkupi prinsip-prinsip matematika. Tetapi suatu pernyataan dari
prinsip-prinsip yang telah dijernihkan tersebut membuatnya juga merupakan bukti
bahwa matematika semacam itu tidak dapat meramalkan apapun tentang obyek-obyek
perseptual atau yang nyata. Dalam geometri aksiomatik kata-kata
"titik", "garislurus", dan sebagainya berfungsi hanya
sebagai skema konseptual kosong saja. Inilah yang menyebabkan substansi
tidaklah relevan dalam matematika.
Namun demikian di sisi
lain tentu saja matematika secara umum, dan khususnya geometri, berhutang
keberadaan pada kebutuhan yang dirasakan untuk mempelajari sesuatu tentang
hubungan-hubungan antara benda-benda nyata. Kata 'geometri' yang
tentunya berarti mengukur-bumi membuktikan hal ini. Karena mengukur-bumi
berarti berurusan dengan kemungkinan-kemungkinan dari disposisi dalam hubungan
antara satu dengan yang lain, yaitu bagian-bagian bumi, mengukur garis,
mengukur tongkat, dan sebagainya. Jelaslah bahwa sistem konsep-konsep dari
geometri aksiomatik sendiri tidak dapat membuat penjelasan tentang
hubungan-hubungan antar obyek-obyek nyata dari jenis ini, yang kita sebut
benda-benda pejal-praktis.Untuk memungkinkan membuat penjelasan semacam itu,
geometri haruslah dibuka dari karakter yang hampir-hampir logika-formal dengan
jalan mengko-ordinatkan obyek-obyek nyata dari pengalaman dengan kerangka
konseptual kosong dari geometri-aksiomatik. Untuk mencapai hal ini, kita memerlukan
hanya tambahan proposisi : - Benda-benda pejal adalah berhubungan, dalam
kaitannya dengan disposisi mereka yang mungkin, sebagai benda-benda dalam
geometri Euclidean tiga dimensi. Kemudian proposisi-proposisi Euclidean
memuat pengesahan (afirmasi) atas hubungan-hubungan antara benda-benda
pejal-praktis tersebut.
Geometri yang
dilengkapkan semacam itu adalah suatu bukti dari ilmu alam; kita dapat nyatanya
menganggapnya sebagai cabang fisika yang paling kuno. Pengesahannya tinggal secara esensial pada induksi
terhadap pengalaman, tetapi tidak pada inferensi logis saja. Kita akan menyebut
geometri yang dilengkapkan tersebut sebagai 'geometri praktis', dan akan
membedakannya dari 'geometri aksiomatik murni'. Pertanyaan apakah geometri
praktis dari alam semesta bersifat Euclidean atau tidak kiranya memiliki arti
yang jelas, dan jawabannya hanya dapat dilengkapi lewat pengalaman. Semua
pengukuran linear dalam fisika adalah geometri praktis dalam artian tersebut,
demikian pula pengukuran linear geodetik dan astronomi, jika kita mengingat
hukum pengalaman bahwa cahaya merambat dalam bentuk garis lurus, dan
sesungguhnya adalah suatu garis lurus dalam pengertian geometri praktis.
Saya menempatkan
kepentingan khusus pada pandangan yang telah saya kemukakan di depan, karena
tanpanya saya seharusnya tidak mungkin memformulasikan teori relativitas.
Tanpanya perenungan berikut tidak akan mungkin: - Dalam suatu sistem acuan yang
berotasi secara relatif terhadap suatu sistem inersial, hukum-hukum disposisi
dari benda pejal tidak berhubungan dengan aturan-aturan geometri Euclidean
akibat kontraksi Lorentz; jadi jika kita melibatkan sistem-sistem
tidak-lembam kita harus meninggalkan geometri Euclidean. Langkah yang
menentukan dalam transisi ke persamaan-persamaan ko-varian umum pastilah tidak
akan diambil jika penafsiran di atas tidak berfungsi sebagai batu pijakan. Jika
kita menolak hubungan antara bangun geometri Euclidean aksiomatik dan benda
pejal-praktis yang nyata, kita akan sampai pada pandangan berikut, yang telah diambil
oleh seorang pemikir yang tajam H. Poincare : - Geometri Euclidean adalah
berbeda di atas geometri-geometri aksiomatik lain yang dapat dibayangkan karena
kesederhanaannya. Sekarang karena geometri aksiomatik pada dirinya sendiri
tidak memuat kaitan apapun dengan kenyataan yang dapat dialami, tetapi dapat
melakukannya hanya dengan kombinasi dengan hukum-hukum fisika, maka seharusnya
mungkin dan beralasan -apapun mungkin sifat kenyataan- untuk mempertahankan
geometri Euclidean. Karena jika terdapat kontradiksi antara teori dan
pengalaman, kita seharusnya lebih memilih untuk mengubah hukum-hukum fisika
daripada mengubah geometri Euclidean aksiomatik. Jika kita menolak hubungan
antara benda pejal-praktis dan geometri, kita sesungguhnya harus dengan mudah membebaskan
diri kita dari konvensi bahwa geometri Euclidean harus dipertahankan sebagai
yang paling sederhana. Mengapa ekivalensi dari benda pejal-praktis dan bangun
geometri -yang menyarankan pada dirinya sendiri begitu langsung- ditolak oleh
Poincare dan peneliti-peneliti lain? Secara sederhana karena di bawah inspeksi
yang lebih dekat benda-benda pejal nyata dalam tidaklah kaku, karena perilaku
geometrik mereka, bahwa kemungkinan mereka untuk mengalami disposisi relatif,
bergantung pada temperatur, gaya-gaya eksternal, dan lain-lain. Karenanya,
hubungan yang original dan segera antara geometri dan realitas fisis tampaknya
lebur, dan kita merasa terdorong ke arah pandangan yang lebih umum, yang
menjelaskan sudutpandang Poincare. Geometri (G) meramalkan tidak sesuatupun
tentang hubungan-hubungan antara benda-benda nyata, tetapi hanya geometri
bersama-sama dengan arti hukum-hukum fisis (P) dapat melakukan hal semacam itu.
Menggunakan simbol-simbol, kita dapat mengatakan bahwa hanya jumlah dari (G) +
(P) adalah subyek dari kontrol pengalaman. Jadi (G) mungkin dipilih semaunya (arbitrarily),
dan juga bagian-bagian dari (P); semua hukum-hukum ini adalah konvensi. Semua
yang diperlukan untuk menghindarkan kontradiksi adalah dengan memilih
selebihnya dari (P) sedemikian sehingga (G) dan seluruh (P) bersama-sama
bersesuaian dengan pengalaman. Dengan bayangan semacam itu, geometri aksiomatik
dan bagian dari hukum alam yang telah diberikan suatu status konvensional
tampak ekivalen secara epistemologis.
Sub specie aeterni Poincare, menurut saya adalah benar. Gagasan tentang
mengukur batang dan lonceng yang terko-ordinatkan dengannya dalam teori
relativitas tidak menemukan korespondensi eksak dalam dunia nyata. Adalah jelas
pula bahwa benda pejal dan lonceng tidaklah dalam bangunan konseptual fisika
memainkan peranan elemen-elemen yang tidak dapat direduksi kembali, tetapi
bahwa struktur-struktur komposit, yang mungkin tidak memainkan peran independen
dalan fisika teori. Tetapi adalah keyakinan saya bahwa pada tahap per-kembangan
sekarang dari fisika teori gagasan-gagasan ini harus diperlakukan sebagai
gagasan-gagasan independen; karena kita masih jauh dari memiliki pengetahuan
tertentu dari prinsip-prinsip teori yang memungkinkan kita untuk memberikan
konstruksi teoretis eksak dari benda-benda pejal dan lonceng-lonceng.
Lebih lanjut, karena
keberatan bahwa tidak ada benda yang benar-benar kaku dalam alam, dan bahwa
karena itu sifat-sifat yang diramalkan oleh benda-benda kaku tidak dapat
diterapkan pada realitas fisis, -keberatan ini sama sekali tidak begitu radikal
sebagaimana mungkin tampak oleh suatu pengujian yang tergesa-gesa. Karena
bukanlah suatu tugas yang sulit untuk menentukan keadaan fisis dari suatu
batang-pengukur begitu tepatnya bahwa perilakunya relatif terhadap
benda-pengukur yang lain akan menjadi cukup bebas dari keraguan untuk
mengijinkannya digantikan untuk benda "kaku". Adalah untuk
benda-benda pengukur jenis ini bahwa pernyataan-pernyataan yang berkaitan
dengan benda-benda kaku harus diacu.
Semua geometri praktis
didasarkan pada suatu prinsip yang dapat diakses pada pengalaman dan yang mana
kita sekarang akan coba untuk membuktikan. Kita akan menyebut yang mana ditutup
antara dua batas, ditandai atas suatu benda kaku-praktis, suatu lintasan/trek (tract).
Kita membayangkan dua benda kaku-praktis, masing-masing dengan sebuah lintasan
dicatat padanya. Dua lintasan ini dikatakan menjadi "sama satu terhadap
yang lain" jika batas-batas dari suatu lintasan dapat dibawa berimpit
secara permanen dengan batas-batas dari lainnya. Kita sekarang menganggap bahwa
:
Jika dua lintasan
dijumpai menjadi sama sekali dan di manapun, mereka adalah sama selalu dan di
setiap tempat.
Tidak hanya geometri
praktis Euclid, tetapi juga generalisasi terdekatnya, geometri praktis Riemann,
dan kemudian TRU (teori relativitas umum), bertumpu pada asumsi ini. Untuk
alasan-alasan eksperimental yang menyokong asumsi ini saya hanya akan menyebut
satu. Gejala rambatan cahaya dalam ruang hampa menyatakan suatu lintasan, yaitu
jalur cahaya yang sesuai, untuk setiap selang waktu lokal, dan sebaliknya.
Kemudian bahwa asumsi tersebut di atas untuk lintasan (trek) harus terbukti
baik untuk selang waktu-lonceng dalam teori relativitas. Konsekuensinya itu
dapat dirumuskan sebagai berikut : -Jika dua jam ideal berdetak dengan
kecepatan sama pada suatu waktu dan di suatu tempat (berdekatan satu terhadap
yang lain), mereka akan selalu berdetak dengan kecepatan yang sama pula, tidak
peduli kapan dan di mana mereka dibandingkan lagi satu dengan yang lain pada
suatu tempat. - Jika hukum ini tidak sahih untuk lonceng-lonceng nyata,
frekuensi yang sesuai untuk atom-atom yang berbeda dari elemen kimia yang sama
tidak akan berada dalam kesesuaian eksak sebagaimana pengalaman menunjukkan.
Kehadiran garis-garis spektral tajam adalah suatu bukti eksperimen yang
meyakinkan dari prinsip geometri praktis di atas. Adalah landasan ultimit pada
kenyataan yang memungkinkan kita untuk berbicara dengan pengertian pengukuran,
dalam artian Riemann tentang dunia, suatu kontinuum empat-dimensi ruang-waktu.
Pertanyaan apakah struktur
kontinuum ini adalah Euclidean, atau bersesuaian dengan skema umum Riemann,
atau jika tidak, adalah bersesuaian dengan pandangan yang di sini dibela, suatu
pertanyaan fisika yang harus dijawab dengan pengalaman, dan bukan suatu
pertanyaan yang hampir merupakan kesepakatan yang dipilih berdasarkan landasan
praktis. Geometri Riemann akan menjadi benar jika hukum-hukum disposisi dari
benda-benda kaku-praktis ditransformasikan ke dalam benda-benda geometri Euclid
dengan ketelitian yang meningkat secara proporsional bersesuaian dengan dimensi
dari bagian ruang-waktu yang ditinjau mengecil.
Adalah benar bahwa
usulan ini tentang interpetasi fisis dari geometri ini akan rusak jika
diterapkan langsung pada ruang-ruang ukuran sub-molekuler. Namun demikian,
bahkan dalam pertanyaan-pertanyaan mengenai hukum-hukum yang mengatur
partikel-partikel elementer, itu tetap mempertahankan sebagian peran
pentingnya. Karena bahkan jika itu merupakan suatu pertanyaan untuk menjelaskan
partikel-partikel elementer listrik yang membentuk materi, upaya mungkin harus
tetap dilakukan untuk menjelaskan peran pentingnya secara fisis pada
gagasan-gagasan tentang medan tersebut yang telah didefinisikan secara fisis
untuk tujuan menjelaskan perilaku geometris dari benda-benda yang besar
dibandingkan dengan molekul. Keberhasilan itu sendiri dapat memutuskan mengenai
pembenaran upaya tersebut, yang mempostulasikan realitas fisis untuk prinsip-
prinsip fundamental dari geometri Riemann di luar domain definisi-definisi
fisisnya. Pada gilirannya adalah mungkin bahwa ekstrapolasi ini tidak memiliki
jaminan yang lebih baik daripada ekstrapolasi gagasan temperatur pada
bagian-bagian benda yang berukuran molekuler.
Tampaknya menjadi kurang
problematis utnuk melanjutkan gagasan-gagasan geometri praktis pada ruang-ruang
pada skala kosmik. Adalah mungkin, tentunya, berkeberatan bahwa suatu
konstruksi yang terdiri dari batang-batang pejal yang makin lama makin menjauh
dari kondisi kekakuan ideal secara proporsional ketika ukuran spasialnya
membesar. Tetapi akan sulit, menurut saya, untuk menunjukkan kepentingan
mendasar dari keberatan ini. Karena itu pertanyaan apakah alam semesta
adalah tidak berhingga secara spasial (spatially infinite) atau
tidak tampak bagi saya merupakan pertanyaan yang penting dalam kaitannya dengan
geometri praktis. Saya bahkan tidak akan memandang sebagai tidak mungkin bahwa
pertanyaan ini akan dijawab tidak terlalu lama lagi oleh astronomi. Mari kita
ingat kembali apa yang TRU ajarkan dalam hubungan dengan pertanyaan itu. TRU
menawarkan dua kemungkinan :
[1] Alam semesta adalah
secara spasial tidak berhingga. Ini
hanya dapat terjadi jika densitas spasial rerata dari materi dalam ruang
universal, yang terkonsentrasi dalam bintang-bintang, melenyap; yaitu jika
rasio massa total bintang-bintang pada ukuran ruang melalui mana mereka
tersebar mendekati nilai nol jika ruang yang ditinjau secara konstan adalah
lebih besar dan lebih besar.
[2] Alam semesta adalah
secara spasial berhingga. Ini harus
demikian, jika ada densitas materi rata-rata dalam ruang universal yang berbeda
dari nol. Semakin kecil densitas rata-rata tersebut, semakin besar volume ruang
universal.
Saya harus tidak gagal
untuk menyebutkan bahwa suatu argumen teoretis dapat diberikan untuk mendukung
hipotesis alam semesta berhingga. TRU mengajarkan bahwa inersia dari suatu
benda adalah lebih besar jika terdapat massa tertimbang yang lebih banyak di
sekitarnya; jadi tampaknya alamiah untuk mereduksi efek total inersia suatu
benda mejadi aksi dan reaksi di antaranya dan benda-benda lain dalam alam
semesta, karena sesungguhnya -bahkan sejak jaman Newton- gravitasi telah
direduksi menjadi aksi dan reaksi antara benda-benda. Dari persamaan-persamaan
TRU dapat diturunkan bahwa total reduksi inersia ini ke aksi timbal-balik antar
massa -sebagaimana diperlukan oleh E. Mach, misalnya- adalah mungkin hanya jika
alam semesta adalah berhingga secara spasial (spatially finite).
Bagi banyak fisikawan dan
astronom, argumen ini tidaklah mengejutkan. Pengalaman saja dapat menunjukkan
manakah di antara dua kemungkinan itu yang terjadi di alam. Bagaimana dapat
pengalaman melengkapkan suatu jawaban? Mulanya tampaknya mungkin untuk
menentukan densitas rerata materi dengan mengobservasi bagian alam semesta yang
dapat diakses pada persepsi kita. Harapan ini hanyalah ilusi. Distribusi
bintang-bintang yang tampak sangatlah bersifat tidak beraturan (irregular),
sedemikian sehingga kita tidak dapat menganggap densitas rata-rata
materi-bintang alam semesta sebagai sama dengan, katakanlah, densitas rata-rata
dalam Milky Way (Bima Sakti). Dalam kasus apapun, bagaimanapun
besarnya ruang yang mungkin kita tinjau, kita tidak dapat merasa yakin bahwa
tidak ada lagi bintang-bintang di luar ruang tersebut. Jadi tampaknya mustahil
untuk memperkirakan densitas rata-rata.
Tetapi ada cara lain, yang
tampak bagi saya lebih praktis, meskipun itu juga memiliki banyak kesulitan.
Karena jika kita memeriksa ke dalam perbedaan-perbedaan yang ditunjukkan oleh
konsekuensi-konsekuensi dari TRU yang dapat diakses lewat pengalaman, ketika
hal-hal ini diperbandingkan dengan konsekuensi-konsekuensi dari teori Newton,
kita pertama-tama akan menjumpai suatu perbedaan yang nampak di dekat massa
yang bergravitasi, dan juga telah dikonfirmasi untuk kasus planet Merkurius
(cf. perihelion planet Merkurius, pen.) Tetapi jika alam semesta adalah
berhingga secara spasial (spatially finite) maka ada perbedaan kedua
terhadap teori Newton, yang mana, dalam bahasa teori Newtonian, dapat
dinyatakan sebagai berikut : - Medan gravitasi adalah bersifat sedemikian
sehingga ia seolah-olah dibentuk, tidak saja oleh massa yang dapat ditimbang-
tetapi juga oleh densitas-massa yang bertanda negatif., yang tersebar merata di
seluruh ruang. Karena densitas-massa khayalan akan harus menjadi sangat
kecil, itu dapat membuat kehadirannya dirasakan hanya dalam sistem bergravitasi
yang sangat besar.
Anggaplah bahwa kita
mengetahui, katakanlah, distribusi statistik dari bintang-bintang dalam Milky
Way, sebaik massanya, kemudian oleh hukum Newton kita dapat menghitung medan
gravitasi dan kecepatan rata-rata yang harus dimiliki oleh bintang-bintang
tersebut, sedemikian sehingga Milky Way tidak akan runtuh akibat tarik-menarik
mutual antara bintang-bintangnya, selain menjaga keadaan aktualnya. Sekarang
jika kecepatan aktual dari bintang-bintang, yang dapat -tentu saja- diukur,
adalah lebih kecil daripada kecepatan-kecepatan terhitungnya, kita seharusnya
memiliki pembuktian bahwa tarik-menarik aktual pada jarak jauh adalah
lebih kecil dibandingkan dengan hukum- hukum Newton. Dari perbedaan semacam
itu, dapat dibuktikan secara tidak langsung bahwa alam semesta adalah berhingga
(finite). Bahkan adalah mungkin untuk memperkirakan ukuran spasialnya.
Dapatkah kita
menggambarkan suatu alam semesta tiga dimensi yang berhingga, namun tak
berbatas ?
Jawaban umum atas
pertanyaan ini adalah "Tidak," tetapi itu bukanlah jawaban yang
tepat. Tujuan dari catatan berikut adalah untuk menunjukkan bahwa jawabannya
seharusnya adalah "Ya." Saya ingin menunjukkan bahwa tanpa kesulitan
berlebihan kita dapat melukiskan teori tentang alam semesta terbatas dengan
bantuan citra mental yang -dengan beberapa latihan- kita segera akan terbiasa
dengannya.
Mula-mula, suatu
pengamatan dari sifat epistemologis. Suatu teori geometri-fisis yang sedemikian
sehingga tidak mungkin untuk langsung dilukiskan, lalu menjadi hampir-hampir
suatu sistem konsep belaka. Tetapi konsep-konsep ini melayani tujuan membawa
banyak pengalaman-pengalaman sensorik yang nyata maupun imajiner ke dalam suatu
hubungan dengan pikiran. Untuk 'memvisualisasi' suatu teori, atau
mendekatkannya dengan pikiran seseorang, kemudian berarti memberikan suatu
perwakilan (representation) terhadap sejumlah besar pengalaman untuk
mana teori tersebut memberikan susunan skematik. Dalam kasus sekarang, kita
harus menanyakan pada diri kita sendiri bagiamana kita dapat menghadirkan
hubungan antara benda-benda pejal delam kaitannya pada disposisi timbal-balik
(kontak) yang berkaitan dengan teori tentang alam semesta berhingga. Tidak ada
sesuatupun yang baru dalam apa yang saya harus sampaikan mengenai ini; tetapi
pertanyaan-pertanyaan yang tidak terhingga banyaknya yang muncul pada saya membuktikan
bahwa tuntutan-tuntutan mereka yang haus akan pengetahuan mengenai hal-hal ini
tidaklah dapat dipuaskan sepenuhnya. Jadi, mohonlah dimaafkan, jika bagian dari
apa yang saya akan sampaikan berikut ini sudah lama diketahui.
Apa yang kita harapkan untuk
nyatakan ketika kita katakan bahwa ruang kita adalah tidak berhingga ? Sama
sekali tidak lebih daripada bahwa kita mungkin menempatkan sebarang benda
apapun berukuran sama berjajaran tanpa pernah memenuhi ruang. Anggap bahwa kita
memiliki sejumlah besar kubus kayu yang berukuran sama. Menurut geometri
Euclidean kita dapat menempatkan mereka di atas, di samping, dan di belakang
satu terhadap yang lain sedemikian untuk mengisi suatu bagian dari ruang
berdimensi sebarang; tetapi konstruksi ini tidak akan pernah selesai; kita
dapat menambahkan lagi dan lagi kubus-kubus baru tanpa pernah menemukan bahwa
tidak ada lagi tempat. Inilah apa yang kita maksudkan bahwa suatu ruang
bersifat tak-hingga. Akan lebih baik untuk mengatakan bahwa ruang adalah
takhingga dalam hubungannya dengan benda-benda kaku-praktis, menganggap bahwa
hukum-hukum disposisi dari benda-benda ini diberikan oleh geometri Euclidean.
Contoh lain dari suatu
kontinuum tak-hingga adalah bidang. Pada suatu permukaan bidang kita mungkin
menempatkan potongan-potongan kertas karton persegi sedemikian sehingga setiap
sisi dari sebarang persegi memiliki sisi lain dari potongan lain bersebelahan
dengannya. Konstruksi ini tidak pernah selesai; kita dapat selalu menempatkan
potongan-potongan baru - jika hukum-hukum disposisi mereka berhubungan dengan
gambaran bidang dari geometri Euclidean. Bidang tersebut karenanya adalah
takhingga dalam hubungannya dengan persegi-persegi karton. Sesuai dengan itu,
kita dapat katakan bahwa bidang adalah suatu kontinuum takhingga dua dimensi,
dan ruang adalah suatu kontinuum takhingga tiga dimensi. Apa yang dimaksud di
sini dengan jumlah dimensi, saya kira saya boleh menganggap telah diketahui.
Sekarang kita ambil contoh
tentang kontinuum dua dimensi yang berhingga tetapi tidak berbatas (unbounded).
Kita bayangkan permukaan sebuah bola yang besar dan sejumlah piringan kertas
kecil yang berukuran sama. Jika kita menggerakkan piringan tersebut, ke manapun
kita suka, pada permukaan dunia tersebut, kita tidak akan sampai pada tepian
atau batas dari suatu kontinuum yang tidak berbatas (unbounded). Namun
demikian, permukaan sferis (bentuk bola) tersebut adalah suatu kontinuum yang
berhingga. Karena jika menempelkan piringan-piringan kertas pada bola tadi,
sehingga tidak ada piringan yang saling menumpang, maka permukaan bola tadi
akhirnya akan penuh sehingga tidak ada ruang tersisa untuk piringan baru. Ini
secara sederhana berarti bahwa permukaan sferis dari bola tadi adalah berhingga
dalam hubungannya dengan piringan-piringan kertas. Lebih lanjut, permukaan
sferis adalah suatu kontinuum non-Euclidean dua dimensi, yang berarti,
hukum-hukum disposisi untuk gambar-gambar kaku yang terletak di dalamnya tidak
lagi bersesuaian dengan hukum-hukum untuk bidang Euclidean. Ini dapat ditunjukkan
dalam cara berikut. Tempatkan suatu piringan kertas pada permukaan sferis, dan
di sekitarnya dalam suatu lingkaran tempatkan enam buah piringan yang lain,
yang masing-masing kemudian dikelilingi oleh enam piringan lagi, dan
seterusnya. Jika konstruksi ini dibuat pada suatu permukaan bidang, kita
memiliki suatu disposisi yang tidak terganggu di mana ada enam piringan yang
menyentuh setiap piringan kecuali yang terletak di luarnya.
Pada permukaan sferis
konstruksi tersebut kelihatannya menjanjikan keberhasilan pada akhirnya, dan
semakin kecil radius piringan terhadap bola tersebut, semakin menjanjikan
tampaknya. Tetapi bersamaan dengan kemajuan konstruksi tersebut akan semakin
tampak bahwa disposisi piringan-piringan dengan cara tersebut, tanpa interupsi,
tidaklah mungkin, sebagaimana dimungkinkan oleh geometri Euclidean dari
permukaan bidang. Dalam cara ini mahluk-mahluk yang tidak dapat meninggalkan
permukaan sferis, dan bahkan tidak dapat menarik diri dari permukaan sferis ke
dalam ruang tiga dimensi, mungkin akan menemukan, hampir-hampir dengan mencoba
seperti piringan-piringan tadi, bahwa "ruang" dua dimensi mereka
tidaklah Euclidean, tetapi ruang sferis.
Dari hasil-hasil
terakhir teori relativitas adalah mungkin bahwa ruang tiga dimensi kita adalah
mendekati sferis, yaitu bahwa
hukum-hukum disposisi benda-benda kaku di dalamnya tidaklah diberikan oleh
geometri Euclidean, tetapi mendekati geometri sferis, jika saja kita
mempertimbangkan bagian-bagian ruang yang cukup besar. Sekarang, di sini adalah
tempat di mana imajinasi pembaca macet. "Tidak ada orang yang dapat
membayangkan hal ini," keluhnya. "Itu dapat dikatakan, tetapi tidak
dapat dipikirkan. Saya dapat melukiskan suatu permukaan sferis cukup baik,
tetapi tidak ada sesuatupun yang analogi dengannya dalam tiga dimensi."
Kita harus mencoba untuk
membuka sekat dalam pikiran tersebut, dan pembaca yang sabar akan melihat bahwa
itu merupakan suatu tugas yang sulit. Untuk maksud tersebut kita akan
pertama-tama memberikan perhatian kita sekali lagi pada geometri dari permukaan
sferis dua-dimensi. Dalam gambar berikut (Gambar 2) anggaplah K sebagai
permukaan sferis, bersinggungan pada S oleh bidang E, yang untuk kemudahan
penggambaran, ditunjukkan dalam gambar sebagai ruang yang berbatas. Kemudian
anggap L sebagai suatu piringan kecil pada permukaan sferis. Sekarang bayangkan
bahwa pada titik N dari permukaan sferis, yang berlawanan secara diametris
terhadap S, ada suatu titik cahaya, yang membentuk bayangan L' dari piringan L
pada bidang E. Setiap titik dari bola tersebut memiliki bayangannya sendiri
pada bidang. Jika piringan pada bola K digerakkan, bayangannya L' pada bidang E
juga bergerak. Jika piringan L adalah pada S, itu hampir berhimpit secara
persis dengan bayangannya. Jika itu digerakkan pada permukaan bola menjauhi S
ke atas, bayangan piringan L' pada bidang juga bergerak menjauh dari S ke arah
luar bidang, semakin lama semakin membesar. Jika piringan L mendekati titik
cahaya N, bayangan akan menjadi tidak berhingga besarnya.
Sekarang kita memperoleh
suatu pertanyaan, Hukum-hukum disposisi manakah dari bayangan-bayangan piringan
L' pada bidnag E? Kenyataannya mereka persis sama dengan hukum-hukum disposisi
dari piringan L pada permukaan sferis. Untuk setiap gambar asli pada K ada
suatu gambar bayangan yang bersesuaian pada E. Jika dua piringan pada K
bersentuhan, bayangannya pada E juga bersentuhan. Geometri bayangan pada bidang
tersebut bersesuaian dengan geometri piringan pada bola tersebut. Jika kita
menyebut bayangan-bayangan piringan tadi gambar-gambar kaku (rigid figures),
maka geometri sferis menjadi berlaku pada bidang E dalam hubungannya dengan
gambar-gambar kaku tersebut. Lebih lanjut, suatu bidang adalah berhingga dalam
hubungannya dengan bayangan piringan, karena hanya sejumlah kecil bayangan
dapat menemukan tempatnya dalam bidang.
Pada titik ini seseorang
akan mengatakan,"Ini tidak masuk akal. Bayangan-bayangan piringan bukanlah
gambar-gambar kaku. Kita hanya harus menggerakkan sekitar dua kaki pada bidang
E untuk meyakinkan bahwa bayangan-bayangan tersebut terus-menerus membesar
ukurannya ketika menjauhi S pada bidang ke arah ketidak-berhinggaan (infinity)."
Tetapi apakah aturan dua-kaki tersebut (two-foot rule) akan berperilaku
pada bidang E dengan cara yang sama seperti bayangan-piringan L'? Akan menjadi
mustahil untuk menunjukkan bahwa bayangan-bayangan akan bertambah ukurannya
ketika bergerak menjauhi S; pemikiran semacam itu tidak akan lagi memiliki arti
apapun. Kenyataannya satu-satunya pemikiran obyektif yang dapat dibuat mengenai
bayangan piringan hanyalah ini, bahwa mereka terkait dalam cara yang persis
sama dengan piringan-piringan kaku pada permukaan bola dalam pengertian
geometri Euclidean.
Kita harus berhati-hati
mengingat bahwa pernyataan kita tentang pertumbuhan bayangan-piringan, ketika
mereka menjauh dari S ke arah tak hingga, memiliki dalam dirinya sendiri tidak
sesuatupun pengertian obyektif; sepanjang kita tidak dapat menerapkan
benda-benda kaku Euclidean yang dapat digerakkan pada bidang E dengan maksud
membandingkan ukuran dari bayangan-piringan. Dalam hubungannya dengan
hukum-hukum disposisi dari bayangan-bayangan L', titik S tidak memiliki hak-hak
istimewa pada bidang tersebut lebih daripada pada permukaan bola.
Penggambaran yang
diberikan di atas tentang geometri sferis (bola) pada bidang adalah penting
bagi kita, karena memungkinkan dengan cepat dapat ditransfer pada kasus tiga
dimensi.
Bayangkan titik S dari
ruang kita, dan sejumlah besar bola-bola kecil L', yang semuanya dapat dibawa
bertepatan satu dengan yang lain. Tetapi bola-bola ini tidaklah kaku dalam
pengertian geometri Euclidean; radiusnya akan bertambah (dalam pengertian
geometri Euclidean) jika mereka bergerak menjauhi S ke arah takhingga, dan
penambahan ini akan mengambil tempat secara tepat bersesuaian dengan hukum yang
sama sebagaimana diterapkan pada penambahan radius dari bayangan piringan L'
pada bidang.
Setelah memiliki suatu
bayangan mental yang kokoh dari perilaku geometri dari bola-bola L', mari kita
anggap bahwa dalam ruang kita tidak ada benda-benda kaku sama sekali dalam
pengertian geometri Euclidean, tetapi hanya benda-benda yang memiliki perilaku
dari bola-bola L' kita. Kemudian kita akan memiliki suatu penggambaran yang
kokoh mengenai ruang sferis tiga dimensi, atau, daripada suatu geometri bola
tiga dimensi. Di sini bola-bola kita haruslah disebut bola-bola 'kaku'.
Penambahan ukuran mereka ketika mereka bergerak menjauhi S tidaklah dapat
dideteksi dengan cara mengukur dengan mistar-pengukur, lebih daripada dalam
kasus bayangan-bayangan piringan pada E, karena aturan-aturan pengukuran
berperilaku dalam cara yang sama seperti bola-bola. Ruang adalah homogen, yang
berarti, bahwa konfigurasi- konfigurasi sferikal yang sama adalah mungkin dalam
lingkungan tersebut pada semua titik. Ruang kita adalah berhingga, karena,
sebagai akibat dari "pertumbuhan" dari bola-bola tersebut, hanya
sejumlah berhingga dari mereka dapat menemukan tempatnya dalam ruang.
Dengan cara ini,
menggunakan sebagai batu pijakan cara berpikir dan visualisasi yang diberikan oleh
geometri Euclidean, kita telah memperoleh suatu gambaran mental tentang
geometri sferis. Kita boleh tanpa kesulitan menambahkan kedalaman dan
pengertian tambahan pada gagasan-gagasan ini dengan membawa konstruksi khayalan
khusus. Tidak juga sulit untuk menggambarkan kasus yang dikenal sebagai
geometri eliptis dengan cara yang sama. Tujuan saya hari ini hanyalah
menunjukkan bahwa kemampuan visualisasi manusia dapat meng-gambarkan geometri
non-Euclidean.
Sumber: Dover
edition, first published in 1983, is an unabridged and unaltered republication
of the translation by G.B. Jeffery, D.Sc., first published by E.P. Dutton and
Company, Publishers, N.Y., in 1922
Tidak ada komentar:
Posting Komentar