Oleh Muhammad Hambali
Dalam mendifinisikan
ekonomi Islam, Baqir Sadr mencoba memberikan sebuah intepretasi baru yang bisa
dikatakan original. Pendifinisian tersebut dimulai dari membangun kerangka
dasar dengan membuat perbedaan yang signifikan antara ilmu ekonomi dan doktrin
ekonomi. Menurut Sadr, ilmu ekonomi merupakan ilmu yang berhubungan dengan
penjelasan terperinci perihal kehidupan ekonomi, peristiwa-peristiwanya,
gejala-gejala (fenomena-fenomena) lahiriahnya, serta hubungan antara
peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena tersebut dengan sebab-sebab dan
faktor-faktor umum yang mempengaruhinya. Difinisi ini jika dirujuk ke paradigma
konvensional dapat ditemukan serupa dalam pemikiran Samuelson yang menyatakan
bahwa
“Ilmu ekonomi merupakan
ilmu mengenai cara-cara manusia dan masyarakat dalam menentukan atau
menjatuhkan pilihan dengan atau tanpa uang untuk menggunakan sumber-sumber
produktif yang langka yang dapat mempunyai penggunaan-penggunaan alternatif
untuk memproduksi berbagai barang serta membaginya untuk dikonsumsi baik untuk
waktu sekarang maupun yang akan datang kepada berbagai golongan dan kelompok di
dalam masyarakat”.
Sedangkan doktrin ekonomi
adalah cara atau metode yang dipilih dan diakui oleh suatu masyarakat dalam
memecahkan setiap problem praktis ekonomi yang dihadapinya. Dari hal ini, Sadr
selanjutnya menyatakan bahwa perbedaan yang signifikan dari kedua terminilogi
di atas adalah bahwa doktrin ekonomi berisikan setiap aturan dasar dalam
kehidupan ekonomi yang berhubungan dengan ideologi seperti nilai-nilai
keadilan. Sementara ilmu ekonomi berisikan setiap teori yang menjelaskan
realitas kehidupan ekonomi yang terpisah dari kerangka ideologi. Nilai-nilai
keadilan inilah yang bagi Sadr sebagai tonggak pemisah antara gagasan doktrin
ekonomi dengan teori-teori ilmiah ilmu ekonomi.
Dari hal ini, Sadr menyimpulkan bahwa ekonomi Islam merupakan sebuah doktrin dan bukan merupakan suatu ilmu pengetahuan, karena ia adalah cara yang direkomendasiakan Islam dalam mengejar kehidupan ekonomi, bukan merupakan suatu penafsiran yang dengannya Islam menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ekonomi dan hukum-hukum yang berlaku didalamnya.
2. Karakteristik Ekonomi Islam
Dengan difinisi ekonomi
Islam di atas, selanjutnya dalam beberapa pembahasan Sadr merumuskan
karakteristik ekonomi Islam yang terdiri atas :
a. Konsep Kepemilikan Multi Jenis (Multitype Ownership)
Dalam pandangan Sadr,
ekonomi Islam memiliki konsep kepemilikan yang dikatakan sebagai kepemilikan
multi jenis. Bentuk kepemilikan tersebut dirumuskan dalam 2 kelompok yakni
bentuk kepemilikan swasta (private) dan kepemilikan bersama yang terbagi
menjadi dua bentuk kepemilikan yakni kepemilikan publik dan kepemilikan Negara.
Kepemilikan swasta
(private) dalam pandangan Sadr hanya terbatas pada hak memakai dan adanya
prioritas untuk menggunakan serta hak untuk melarang orang lain untuk
menggunakan sesuatu yang telah menjadi miliknya. Dalam hal ini, Sadr dan
seluruh pemikir ekonomi baik klasik maupun kontemporer sepakat bahwa yang
dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas kepemilikan sementara –sedangkan
kepemilikan yang mutlak hanya terdapat pada Allah SWT. Bentuk kepemilikan kedua
adalah kepemilikan bersama. Dalam hal ini seperti di atas telah disinggung
bahwa bentuk kepemilikan bersama ini terbagi menjadi dua jenis yakni
kepemilikan publik dan kepemilikan Negara. Perbedaan kepemilikan publik dengan
kepemilikan Negara adalah terletak pada tata cara pengelolaannya.
Bagi Sadr, kepemilikan
publik harus digunakan untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat. Beberapa
sektor kepemilikan publik semisal keberadaan rumah sakit, sekolah, dan
infrastruktur jalan. Sedangkan kepemilikan Negara dapat digunakan tidak hanya
bagi kebaikan semua orang, melainkan juga dapat digunakan untuk suatu bagian
tertentu dari masyarakat, jika memang negara menghendaki demikian.
b. Pengambilan Keputusan, Alokasi Sumber dan
Kesejahteraan Publik
Fakta bahwa pemilikan
Negara mendominasi sistem ekonomi Islam, pada akhirnya mendorong lahirnya
sebuah gagasan bahwa peran pemerintah dalam bidang ekonomi sangatlah penting.
Dalam hal ini, beberapa fungsi pokok pemerintah dalam bidang ekonomi antara
lain :
1. Mengatur system distribusi kekayaan berdasarkan pada kemauan dan kapasitas kerja masing-masing individu dalam masyarakat.
2. Mengintegrasikan aturan hokum Islam dalam setiap penggunaan dan pengelolaan sumber daya alam.
3. Membangun system kesejahteraan masyarakat melalui terjaminnya keseimbangan social dalam masyarakat.
c. Larangan Riba dan Pengimplementasian Zakat
Sebagaimana pemikiran
ekonom muslim lain, Sadr juga berpendapat bahwa riba adalah sesuatu yang harus
dijauhkan dari interaksi ekonomi masyarakat. Sedangkan zakat merupakan
instrument setrategis yang dapat membantu merealisasikan kesejahteraan di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
3. Pandangan Islam Tentang Masalah Ekonomi
Menurut Sadr,
masalah-masalah ekonomi lahir bukan disebabkan oleh kelangkaan sumber-sumber
material ataupun terbatasnya kekayaan alam. Hal ini didukung dengan dalil
al-Qur’an S. al-Qomar: 49 yang menyatakan “Sesungguhnya kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukurannya”. Dari ayat tersebut yang kemudian diperkuat dalam
al-Qur’an S. Ibrahim :32-34, Sadr berpendapat bahwa permasalahan ekonomi muncul
karena disebabkan oleh dua faktor yang mendasar. Pertama adalah karena prilaku manusia yang melakukan kezaliman dan kedua karena mengingkari nikmat Allah
SWT. Dzalim di sini dimaksudkan bahwa
betapa banyak ditemukan dalam realitas empiris, manusia dalam aktivitas
distribusi kekayaan cenderung melakukan kecurangan-kecurangan untuk memperoleh
keuntungan pribadi semata, seperti melakukan tindakan penimbunan atau ikhtikar.
Sedangkan yang dimaksud ingkar adalah manusia cenderung menafikan nikmat Allah
dengan semena-mena mengeksploitasi sumber-sumber alam.
Dari kedua aspek tersebut,
Sadr menyimpulkan sebagai salah satu faktor yang dominan yang menjadi akar
lahirnya permasalahan ekonomi dalam kehidupan manusia, bukan karena akibat
terbatasnya alam atau karena ketidakmampuan alam dalam merespon setiap dinamika
kebutuhan manusia. Menurut Sadr, masalah tersebut hanya dapat teratasi dengan
mengakhiri kedzaliman dan keingkaran manusia. Salah satu cara yang ditawarkan
Sadr adalah dengan menciptakan hubungan yang baik antara distribusi dan
mobilisasi segenap sumber daya material untuk memakmurkan alam serta menyibak
segala kekayaan. Di sisi lain, Baqr Sadr melihat bahwa paradigma sistem
sekulaer yang menyatakan bahwa sumber daya alam adalah terbatas yang dihadapkan
pada kebutuhan manusia yang tidak terbatas sebagai kunci lahirnya permasalahan
ekonomi, adalah sebagai sesuatu penghindaran sesuatu yang sudah ada solusinya,
dengan menyuguhkan penyebab imajiner yang tidak ada solusinya.
4. Teori Produksi
Dalam aktivitas produksi,
Sadr mengklasifikasi dua aspek yang mendasari terjadinya aktivitas produksi. Pertama adalah aspek obyektif atau
aspek ilmiah yang berhubungan dengan sisi teknis dan ekonomis yang terdiri atas
sarana-sarana yang digunakan, kekayaan alam yang diolah, dan kerja yang
dicurahkan dalam aktivitas produksi. Aspek obyektif ini berusaha untuk menjawab
masalah-masalah efisiensi teknis dan ekonomis yang berkenaan dengan 3
pertanyaan dasar yang terkenal dengan istilah The Three Fundamental Economic
Problem yang meliputi what, how dan for whom. Kedua adalah aspek subyektif –yaitu aspek yang terdiri atas motif
psikologis, tujuan yang hendak dicapai lewat aktivitas produksi, dan evaluasi
aktivitas produksi menurut berbagai konsepsi keadilan yang dianut. Sisi
obyektif aktivitas produksi adalah subyek kajian ilmu ekonomi baik secara khusus
maupun dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan lainnya guna menemukan
hukum-hukum umum yang mengendalikan sarana-sarana produksi dan kekayaan alam
supaya dalam satu kondisi manusia dapat menguasai hukum-hukum tersebut dan
memanfaatkannya untuk mengorganisasi sisi obyektif produksi secara lebih baik
dan lebih sukses. Selain itu, menurut Sadr, sumber asli produksi dijabarkan
dalam tiga kelompok yang terdiri atas alam, modal dan kerja. Adapun sumber alam
yang dipergunakan untuk aktivitas produksi, Sadr membaginya kembali kedalam
tiga kelompok, yakni tanah, substansi-substansi primer dan aliran air.
b. Strategi Pertumbuhan Produksi
Dalam rangka mewujutkan
pertumbuhan produksi, Sadr menawarkan dua strategi. Strategi tersebut terdiri
atas strategi doktrinal/intelektual dan strategi legislative/hukum.
1. Strategi doktrinal/ intelektual
Strategi ini bertolak pada
asumsi bahwa manusia termotivasi untuk bekerja keras dipandang ibadah jika
dilaksanakan dengan pemahaman dan niat seperti yang dinyatakan dalam al-Quran.
Membiarkan sumber-sumber menganggur, melakukan pengeluaran mubadzir ataupun
produksi barang-barang haram adalah terlarang dalam ajaran Islam. Pemikiran
demikian merupakan yang dikatakan sebagai landasan doktrinal dalam mewujudkan
pertumbuhan produksi.
2. Strategi legislative/hukum
Untuk keberlangsungan
strategi doktrinal di atas, maka diperlukan aturan hukum yang mem-backup
stratedi doktrian tersebut. Beberapa strategi legislative atau aturan hukum
yang ditawarkan oleh Sadr, antara lain sebagai berikut:
a. Tanah
yang menganggur dapat disita oleh Negara dan meredistribusikannya kepada orang
lain yang mampu dan mau menggarapnya.
b. Larangan terhadap hima yakni memiliki tanah dengan jalan paksa.
c. Larangan kegiatan transaksi yang tidak produktif, seperti membeli murah dan menjulnya dengan harga yang mahal tanpa bekerja.
d. Pelarangan riba, ikhtikar, pemusatan sirkulasi kekayaan dan melakukan tindakan yang berlebihan atau mubadzir.
e. Melakukan regulasi pasar dan mengkontrol situasi pasar.
c. Kebijakan Ekonomi Untuk Meningkatkan Produksi
b. Larangan terhadap hima yakni memiliki tanah dengan jalan paksa.
c. Larangan kegiatan transaksi yang tidak produktif, seperti membeli murah dan menjulnya dengan harga yang mahal tanpa bekerja.
d. Pelarangan riba, ikhtikar, pemusatan sirkulasi kekayaan dan melakukan tindakan yang berlebihan atau mubadzir.
e. Melakukan regulasi pasar dan mengkontrol situasi pasar.
c. Kebijakan Ekonomi Untuk Meningkatkan Produksi
Sarana-sarana di atas
adalah sumbangsih Islam sebagai sebuah doktrin dalam pertumbuhan produksi dan
peningkatan kekayaan. Setelah memberikan sumbangsih tersebut, Islam menyerahkan
langkah-langkah selanjutnya kepada Negara dengan mengkaji berbagai situasi dan
kondisi obyektif kehidupan ekonomi. Melakukan survei dan sensus tentang
kekayaan alam, apa saja yang dimiliki Negara, lalu mengkaji secara komperhensif
tenaga kerja dalam masyarakat serta berbagai kesulitan dan kehidupan yang
mereka jalani. Berdasarkan semua itu, dalam batas-batas doktrinal
diformulasikan kebijakan ekonomi yang mengarah kepada pertumbuhan produksi dan
peningkatan kekayaan yang ikut andil dalam mempermudah serta mempernyaman
kehidupan masyarakat. Atas dasar pemikiran ini Sadr, memahami hubungan antara
agama dengan kebijakan ekonomi Negara adalah satu kesatuan yang utuh. Dalam hal
ini, Negara dapat mematok jangka waktu tertentu seperti 5 tahun untuk mencapai
tujuan atau target tertentu. Kebijakan seperti ini bukan merupakan unsur pokok
agama begitu pun penentu serta formulasinya pun bukan tugas agama, melainkan
hasil pembumian nilai-nilai Syari’ah oleh pemerintah.
5. Distribusi Kekayaan
Dalam pemikiran Sadr,
distribusi kekayaan berjalan pada dua tingkatan, yang pertama adalah distribusi sumber-sumber produksi dan yang kedua
adalah distribusi kekayaan produktif. Pokok pikiran yang di maksud Sadr sebagai
sumber-sumber produktif adalah terkait dengan tanah, bahan-bahan mentah, alat-alat
dan mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi beragam barang dan komoditas. Sedangkan
yang termasuk dengan kekayaan produktif hasil dari proses pengolahan atau hasil
dari aktivitas produksi melalui kombinasi sumber-sumber produksi yang dihasilkan
manusia melaui kerja. Berkenaan dengan ini pula, maka prinsip-prinsip menjaga
adilnya sirkulasi kekayaan dan keseimbangan harta di tengah-tengah kehidupan
masyarakat juga masuk dalam konsepsi Sadr sebagaimana pemikiran ekonomi Islam
lainnya.
6. Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Bidang Ekonomi
Menurut Sadr, fungsi
pemerintah dalam bidang ekonomi terdapat beberapa tanggung jawab. Tanggung
jawab atau fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi tersebut antara lain
berkenaan dengan pertama, penyediaan
akan terlaksananya Jaminan Sosial dalam masyarakat, kedua berkenaan dengan tercapainya keseimbaangan sosial dan ketiga
terkait adanya intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi.
a. Pertama, Jaminan Sosial Di Tengah-Tengah Kehidupan
Masyarakat
Islam telah menugaskan
Negara untuk menyediakan jaminan sosial guna memelihara standard hidup seluruh
individu dalam masyarakat. Dalam hal ini, menurut Sadr jaminan sosial tersebut
terkait dengan dua hal, yakni pertama
Negara harus memberikan setiap individu kesempatan yang luas untuk melakukan
kerja produktif sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari kerja dan
usahanya sendiri. Bentuk jaminan sosial yang kedua adalah di dasari atas
kenyataan bahwa stiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dalam hal
ini, jika individu dalam kondisi yang tidak mampu melakukan aktivitas kerja
produktif sebagaimana yang dimaksud dalam bentuk jamianan sosial yang pertama,
maka Negara wajib mengaplikasikan jaminan sosial bagi kelompok yang demikian
dalam bentuk pemberian uang secara tunai untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan
untuk memperbaiki standard kehidupanya. Prinsip jamianan sosial dalam Islam
didasarkan pada dua basis doktrinal. Pertama
keharusan adanya kewajiban timbal balik dalam masyarakat. Kedua hak masyarakat atas sumber daya ( kekayaan ) publik yang
dikuasai Negara. Kedua basis tersebut memiliki batas dan urgensi tersendiri
yang berkenaan dengan penentuan jenis kebutuhan apa yang pemenuhannya harus
dijamin, juga berkenaan dengan penetapan standard hidup minimal yang harus dijamin
oleh prinsip jaminan sosial bagi setiap individu.
b. Mewujudkan Keseimbangan Sosial
Konsep keseimbangan sosial
yang ditawarkan oleh Sadr adalah konsep keseimbangan yang didasarkan pada dua
asumsi dasar. Pertama fakta kosmik
dan fakta doktrinal. Fakta kosmik merupakan suatu perbedaan yang eksis di tengah-tengah
kehidupan masyarakat. Menurut Sadr, adalah suatu fakta yang tidak bisa
diingkari oleh siapapun bahwa setiap individu secara alamiah memiliki bakat dan
potensi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dalam satu titik pada akhirnya
akan melahirkan perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, perbedaan
tersebut dikenal dengan strata sosial. Dari hal ini, menurut Sadr adalah tidak
dapat dibenarkan bahwa perbedaan yang bersifat bawaan atau kosmik di atas
merupakan hasil dari proses sejarah yang bersifat eksidental, sebagaiamana Marx
dan para pengikutnya memaknai proses tranformasi sistem kehidupan masyarakat dari
tingkatan komunal menuju sistem puncak yakni komunisme adalah berakar dari
proses dialektis dalam relasi produksi (interaksi ekonomi). Adapun fakta doktrinal
adalah hukum distribusi yang menyatakan bahwa kerja adalah salah satu
instrument terwujudnya kepemilikan pribadi yang membawa konsekwensi atas segala
sesuatu yang melekat padanya. Dari hal tersebut di atas, maka konsep keseimbangan
sosial dalam Islam menurut Sadr adalah konsep keseimbangan yang harus
didasarkan pada dua asumsi dasar di atas.
Daftar Pustaka
Heri Sudarsono, Konsep
Ekonomi Islam, Yogyakarta: EKONSIA, 2002
Andi Muawiyah, Peta
Pemikiran Karl Marx : Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis,
Yogyakarta: LKis, 2000
Nurfajri Budi Nugroho,
Krisis Keuangan, Belajar dari Sejarah, Senin, 13 Oktober 2008 dalam http://www.okezone.com
Edi Sugiharto, Masyarakat
Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers Dalam Mewujudkan
Masyarakat Yang Berkeadilan, dalam http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_16.htm
Agustianto, Dekonstruksi
Kapitalisme dan Rekonstruksi Ekonomi Syari’ah, dalam http://www.pesantrenvirtual.com
Adiwarman Karim, Ekonomi
Mikro Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Muhammad Baqir Sadr, Our Economic,
dalam “Buku Induk ekonomi Islam Iqtishoduna” terj. Yudi, Jakarta: Zahra: 2008
Muhammad Asslam Haneaf,
Contemporery Islamic Economic Thought: A Selected Comparative Analysis, terj.
Suherman Rosydi, Surabaya, Airlangga University Press, 2006
Suherman Rosyidi,
Pengantar Teori ekonomi : Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998
Taqiyuddin An-Nabhani,
an-Nidzam Al-Iqtishod Fil Islam, terj, Magfur Wahid, Surabaya: Risalah Gusti,
1996
Rustam Efendi, Produksi
Dalam Islam, Yogyakarta: Megistra Insania, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar