Sang Ahli Hukum Kontemporer
Syeikh
Muhammad Jawad Mughniyah memulai perjalanan dengan menimba ilmu keislaman dan
menjadi salah satu pakar hukum terkenal di Lebanon. Syeikh Jawad Mughniyah
telah menulis lebih dari 60 buku dan beberapa bidang ilmu lainnya telah beliau
teliti, termasuk tema yang membahas tentang “Pentingnya Persatuan Antar
Mazhab”. Syeikh
Muhammad Jawad Mughniyah lahir pada tahun 1324/1904 Masehi di sebuah perkampungan
kecil yang bernama Tirdabba –sebuah perkampungan yang terletak di Sur (Tyre)
Lebanon. Sur adalah kota kecil di tepian laut Mediterania –dimana kota ini
adalah salah satu kota kuno Phoenisia dan menjadi pusat perniagaan terkenal.
Beliau
kemudian diberi nama “Muhammad Jawad” oleh ayahnya –sebuah nama besar dan
dihormati. Pada usia 4 tahun, Muhammad Jawad telah kehilangan ibunya –dimana ibu
beliau adalah keturunan dari Sayyidah Fatimah Zahra, putri dari Rasulullah SAW.
Setelah kepergian ibunda tercinta, Syeikh Muhammad Jawad mengikuti ayahnya ke
Najaf, Irak yang merupakan tempat beliau belajar tentang berbagai ilmu
pengetahuan termasuk bidang matematika dan bahasa Persia. Beliau tinggal di
Najaf selama 4 tahun setelah itu ayahnya kembali ke Lebanon karena permintaan
dari penduduk Abbasiah.
Masa Pendidikan
Keinginan dan
kemauan belajar yang tinggi sangat tertanam kuat dalam diri Muhammad Jawad dan
merupakan prioritas utama bagi beliau meskipun kesulitan dan kesengsaraan dialami
dalam kehidupannya. Pendidikan dasar beliau ditempuh di Lebanon dan beliau juga
mempelajari banyak buku –salah satunya adalah buku “Qatr al-Nida’” dan “al-Ajrumiyah“.
Muhammad Jawad kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Seminari
(hauzah) Islam yang terletak di Najaf, Irak. Beliau belajar dibawah pengawasan
ulama-ulama terkemuka di kota itu, antara lain: Ayatullah Muhammad Husein
Karbala’i, Ayatullah Sayyid Husein Hamani dan Ayatullah Abu al-Qasim al-Khu’i.
Muhammad Jawad
belajar dibawah pengawasan para ulama besar ini lebih dari sebelas tahun meskipun
dengan kesulitan keuangan. Tetapi, ketika beliau mendapatkan berita bahwa kakak
tertuanya telah wafat, beliau memutuskan untuk meninggalkan kota Najaf dan
kembali ke kota asalnya, Lebanon. Setelah acara pemakaman kakak tercintanya,
para penduduk meminta agar Syeikh Muhammad Jawad Mughniyah yang terkenal
sebagai ahli tafsir dan ilmu-ilmu keislaman serta memiliki kebaikan akhlak
untuk menjadi imam mesjid di daerah tempat tinggal kakaknya. Akhirnya beliau
menerima permintaan masyarakat tersebut dan diaktifkan sebagai imam shalat
berjama’ah. Selain itu juga, Muhammad Jawad mengajarkan ilmu Al-Quran dan
pelajaran-pelajaran keislaman lainnya.
Pada tahun
1558 H, beliau pindah ke sebuah desa kecil yang bernama Tir Harfa, di daerah
Wadi al-Sarwa. Daerah ini alamnya sangat indah dan tenang. Dengan kondisi
lingkungan yang tenang dan ditemani oleh peralatan tulis, buku-buku dan sebuah
poci the –dimana beliau mulai mempelajari karya-karya besar dari orang-orang
Eropa yang terkenal, Mazhab Muslim dan beberapa ahli filosof terkemuka antara
lain: Friederich Nietzsche, Arthur
Schopenhauer, Leo Tolstoy, Mahmud Aqqad, Taha Husayn dan Tawfiq Hakim. Selain itu, beliau juga
menulis beberapa buku antara lain: Kumayt wa Di’bil, The present
Status of Jabal Amil and Tadhiyyah. Beliau tinggal di daerah ini kurang
lebih 10 tahun sampai dengan tahun 1367 H, kemudian beliau memutuskan untuk
pindah ke Beirut.
Jabatan Pemerintahan
Setelah Syeikh
Muhammad Jawad Mughniyah tiba di Beirut beliau memperoleh jabatan sosial yang
cukup penting dan beliau juga terlibat dalam berbagai aktivitas, saat itu
usianya kurang lebih 43 tahun. Beliau ditunjuk sebagai hakim pengadilan muslim
di Beirut. Setahun kemudian, Muhammad Jawad dipilih sebagai penasehat senior
pengadilan tinggi Lebanon. Pada tahun 1370 H, beliau kembali ditunjuk untuk
menduduki jabatan sebagai ketua pengadilan di Lebanon. Semasa menjalani tugas
kehakimannya, beliau banyak memberikan masukan dan ide-ide pelayanan yang patut
diteladani. Selain itu, beliau juga bertanggung jawab membuat berbagai macam
hukum. Beliau menjalani jabatan ini sampai tahun 1375 H, setelah itu beliau
memutuskan untuk kembali menjadi penasehat hukum. Dan 3 tahun kemudian, beliau
meninggalkan jabatannya dan lebih memusatkan perhatian pada penelitian dan
penulisan buku.
Ekspedisi
Pada tahun
1379 H, beliau melakukan perjalanan ke Suriah untuk menemui Syeikh Abu Zahra.
Di tahun 1382 H beliau meneruskan perjalanan ke Mesir dan di tahun yang sama
beliau juga melakukan perjalanan ke kota suci Mekkah di Saudi Arabia, di tempat
ini pula beliau melaksanakan haji. Pada tahun 1385 H, Syeikh Muhammad Jawad
meneruskan perjalanan ke Bahrain di mana di tempat ini beliau bertemu dan
melakukan diskusi dengan ulama-ulama senior.
Tahun 1390 H,
beliau pergi ke Iran di kota Mashad dan kemudian beliau meneruskan perjalanan
ke kotaQom, Iran. Di tempat ini beliau tinggal selama 2 tahun. Dengan
tinggalnya beliau di Iran, Syeikh Mughniyah mengulang kembali perkataan beliau
bahwasanya: “Ketika saya hidup di pinggiran kota Kairo, saya mempertimbangkan
kemungkinan untuk tinggal di Mesir sampai akhir hidup saya. Tapi akibat
terjadinya peperangan antara Mesir-Israel memaksa saya untuk kembali ke negara
saya. Ketika di Beirut, saya kehilangan tentang apa yang mesti dilakukan selama
sisa hidup saya yang semakin berkurang dari hari ke hari. Ini terjadi pada
waktu saya menerima sebuah undangan dari Ayatullah Syariat Madari untuk
mengajar di Institut Dar al-Tabligh. Saya melakukan istikharah dan petunjuk
yang saya dapatkan mengatakan: “Jika saya sungguh-sungguh berjalan di jalan
Allah, maka Allah akan membimbing saya,”. Setibanya saya di Institut Dar al-Tabligh, Qom, Iran, saya
sangat kagum dengan kegiatan akademik yang dilakukan oleh sekolah menengah
tingkat atas. Mereka melakukan berbagai kajian agama mulai dari pelajaran
tafsir, Nahjul Balaghah dan pembahasan mingguan untuk para pemuda”. Selama di
Qom, Syeikh Mughniyyah mengajarkan Tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu keislaman
lainnya, dan kemudian beliau kembali ke Beirut pada tahun 1392 H.
Aktivitas-Aktivitas Dalam Rangka Mencapai
Persatuan
Sebagian besar
perhatian Syeikh Mughniyyah tertuju pada krisis umum yang terjadi semasa beliau
aktif di Lembaga Persatuan Umat Islam. Beliau sibuk melakukan kegiatan dan
aktivitas untuk mempersatukan kaum muslim. Dengan tujuan memperkuat hubungan
dan pendekatan antar mazhab-mazhab Islam, beliau melakukan perjalanan ke Mesir
di tahun 1382 H. Di tempat ini, beliau bertatap muka dan berbincang-bincang
langsung dengan Imam Mesjid al-Azhar. Kemudian beliau juga bertemu dengan ketua
al-Azhar, Syeikh Mahmud Shaltut. Syeikh Mahmud Shaltut adalah salah satu diantara
pendiri dari pergerakan pendekatan antar mazhab-mazhab Islam dan memiliki peran
di garis terdepan dalam Persatuan dan Solidaritas Antar Muslim.
Hubungan
antara Syeikh Muhammad Jawad dan Syeikh Shaltut kembali terjalin pada tahun
1368 H. Mereka saling kirim-mengirim beribu-ribu surat, hal ini menunjukkan
bahwa mereka saling berbagi pendapat dalam permasalahan Persatuan Islam. Mereka
kembali bertatap muka pada tahun 1382 H, ketika Syeikh Mughniyah mengunjungi
Mesir, dimana kemudian terjadi komunikasi dua arah secara ektensif dalam rangka
mewujudkan persatuan Islam dan langkah-langkah ataupun solusi demi mencapai hal
tersebut. Dalam Peristiwa ini, Syeikh Mughniyah menulis:
“Ketika saya
mengunjungi rumah Syeikh Shaltut, beliau menerima kedatangan saya dengan sangat
hangat. Ketika berbicara berkenaan dengan permasalahan Islam Syi’ah, beliau
mengatakan: “Syi’ah adalah pendiri
al-Azhar dalam periode yang pendek, ilmuwan-ilmuwan Syi’ah memberikan
pengajaran di al-Azhar sampai kemudian kegiatan ini terhenti, karena al-Azhar
menolak cahaya-cahaya dan kebaikan ini untuk tetap masuk.” Saya katakan
kepada Syeikh Shaltut: “Ulama Syi’ah akan tetap menghargai Anda selama
mereka tahu bahwa pelayanan yang Anda lakukan adalah untuk agama, serta
keberanian Anda dalam menjelaskan secara rinci tentang konsep keadilan dan
kebenaran tanpa rasa takut dengan berbagai celaan dari siapapun.” Saya juga
mengatakan kepada Syeikh Shaltut: “Syi’ah percaya dan yakin bahwa setelah
Rasulullah SAW wafat, sebenarnya pelanjut kepemimpinan adalah milik khalifah
Ali, tapi mereka menahan diri agar tidak terjadi perpecahan yang akan merugikan
Islam itu sendiri, sebagaimana Imam Ali pun menahan diri beliau untuk melakukan
hal itu.”
Pandangan Terhadap Zionisme Dan Imperialisme
Amerika Serikat
Melalui
buku-buku dan pidato yang beliau sampaikan, Syeikh Mughniyah banyak menentang
orang-orang Zionis. Dari pemahaman yang beliau miliki tentang Al-Quran dan
hadis Rasulullah SAW, beliau sangat paham tentang kejahatan yang dimiliki oleh
rezim Zionis. Dalam buku beliau yang membahas tentang “Imperialisme dan
Kecongkakan Dunia”, beliau mengutuk perbuatan Amerika yang mendukung Rezim
Israel.
Syeikh
Mughniyah dengan pengetahuan yang beliau miliki pernah mengeluarkan pernyataan
tentang sifat asli dari Zionis : “Umumnya
mereka adalah orang-orang yang memiliki ideologi dimana mereka sangat membenci
suku bangsa lain, dan menganggap bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan.”
Dari anggapan mereka tersebut mereka merasa bahwa apapun yang mereka lakukan
adalah benar dan berusaha merampas atau pun merebut apapun yang mereka
inginkan, baik itu di Timur maupun di Barat.
Dalam buku
orang Yahudi yaitu Talmud, dituliskan: “Kami
adalah bangsa pilihan Tuhan dan kami membutuhkan dua hal dari binatang, hal
pertama adalah kebuasan dan kejahanaman binatang keempat kaki mereka dan
burung-burung, sedangkan yang kedua adalah manusia binatang yaitu bangsa-bangsa
lain yang berada di Timur dan Barat.”
Dalam artikel
yang lain, Syeikh Mughniyah menyebutkan kelompok Muslim terbesar yang memiliki
sumber yang sangat penting bagi dunia yaitu minyak. Beliau mengkritik mereka
yang membiarkan perilaku Rezim Israel. Beliau juga sangat mengkritik keras
perkataan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Arab bahwa Arab memberikan bantuan
terhadap Rezim Israel dikarenakan rasa malu dan ejekan yang dilontarkan kepada
umat Islam.
Tulisan Syeikh
Mughniyah menjadi perhatian para pejabat tinggi Amerika di Beirut. Mereka
meminta beliau untuk bertemu dan berbicara langsung dengan Presiden Amerika
pada saat itu “Roosevelt”. Beliau memberikan balasan dengan mengeluarkan
pernyataan bahwa: “Amerika adalah musuh bagi Islam dan bangsa Arab. Amerika-lah
yang telah membawa Rezim Israel untuk eksis sehingga tangan busuk mereka
menodai darah bangsa Palestina. Saudara-saudara kita terbunuh oleh senjata-senjata
Israel yang didapatkan dari Amerika, dengan hal yang sudah kalian lakukan ini,
kemudian kalian ingin mengundang saya ke armada keenam kalian?”
Darah,
keberanian dan kehormatan beliau mengalir deras saat berdiskusi dengan
orang-orang dari berbagai tingkatan ini, bahkan Majalah Muharrir menulis aksi
yang beliau lakukan dalam sebuah artikel yang berjudul, “This is a dear Arab” (Inilah
Seorang Arab Terhormat).
Hasil Karya Syeikh Muhammad Jawad
Mughniyyah
Sampai akhir
hidupnya, Syeikh Muhammad Jawad Mughniyyah telah menulis lebih dari 60 buah
buku di berbagai bidang keilmuan. Beliau juga menulis di beberapa majalah dan
koran. Buku-buku hasil tulisan beliau digunakan oleh beberapa universitas baik
di dalam maupun di luar negeri-negeri Muslim. Beberapa buku yang beliau tulis
antara lain:
1. “Nabi-Nabi
Menurut Perspektif Intelektual”
2. “Al-Quran
dan Ali bin Abi Thalib”
3. “Pendekatan
Terbaru Dalam Islam”
4. “Syiah dan
Timbangan”
5. “Fikih
Menurut Lima Mazhab”
6. “Fikih Imam
Jafar Shadiq”
7. “Filosofi
Tentang Asal Mula dan Akhir Dunia”
8. “Al-Quran
dan Imam Husein”
9. “Bersama
Pahlawan Karbala, Zaenab”
10. “Tafsir
al-Kashif”
11.
“Penjelasan Nahj al-Balaghah”
12.
“Penjelasan Syahifah al-Sajjadiyyah”
Wafatnya Sang Ahli Hukum Kontemporer
Allamah
Muhamad Jawad Mughniyah meninggal dunia pada tanggal 19 Muharram 1400 Hijriah Setelah
76 tahun berjuang untuk kemajuan Islam dan usaha yang tiada akhirnya untuk
mendekatkan lima mazhab Islam. Dua tahun sebelum kewafatannya, beliau didiagnosa
mengidap penyakit hati ringan. Beliau dimakamkan di kota Najaf, pemakaman
beliau dihadiri oleh banyak ulama dan pengikut dari berbagai kalangan sosial.
Semua pusat perdagangan di Najaf ditutup pada saat pemakaman beliau. Shalat
jenazah beliau dishalatkan oleh Ayatullah Khu’i dan kemudian jenazahnya
dikebumikan di sebuah tempat suci berdekatan dengan makam Imam Ali bin Abi
Thalib as. Semoga Allah memberkati arwah beliau dan catatan sejarah yang
beliau toreskan akan selalu diingat oleh kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar