Minggu, 28 Desember 2014

Al Kindi




Dia adalah laki-laki Renasissance di dunia Arab bahkan ratusan tahun sebelum Renaissance berkibar di Eropa.  Rasa ingin tahunya yang tak pernah terpuaskan dan pencariannya terhadap kebenaran pengetahuan mengantarkan segala jenis bidang ilmu pada masa hidupnya berada dalam lingkup keahliannya.

Tokoh besar itu memiliki nama lengkap Ya’qub bin Ishaq al-Shabbah al-Kindi (800-866 M). Sepanjang hidupnya ia telah menulis antara 200-270 buku serta makalah. Gelar “Sang Filsuf Pertama Arab” pun dianugerahkan kepada Al-Kindi karena masa hidupnya telah didedikasikan terhadap pengetahuan. Hal yang tidak kalah penting adalah sebab pendekatan akademisnya; garis keturunan murni Arabnya, dan metode pembahasan ilmu pengetahuannya—termasuk metafisika—memuat ilmu agama.

Yang mencengangkan bagi para pembaca karya Al-Kindi masa kini adalah konsistensi Al-Kindi. Dalam membahas teologi maupun sains, dia menggunakan cara diskusi logis. Jelas, dia telah melakukan segala upaya untuk memadamkan setiap prasangka pribadi dalam usaha menemukan apa yang dia sebut sebagai kebenaran.

Bagi Al-Kindi, meskipun bermuara pada Tuhan, kebenaran dapat berasal dari sumber manapun, bahkan dari “ilmu pengetahuan asing” (tulisan dan teori dari non Islam, seperti Yunani dan India). Hanya sedikit ilmuan pada masa sebelum dan sesudah Al-Kindi yang mampu menerapkan standar konsistensi tinggi semacam itu. Dia menerapkan penalaran yang sama terhadap pengajaran filsafat tentang akal dan pengetahuan (hlm. 66-72).

Dalam bidang etika, sumbangsih Al-Kindi  juga sangat penting. Karyanya sekarang yang masih lengkap berjudul Fi al-Hila Li-Daf al-Ahzan (Cara Menghalau Kesedihan). Dia meyakini bahwa penyebab kesedihan itu ada tiga: hasrat memiliki sesuatu yang sulit untuk dicapai; timbulnya pengharapan terhadap hal-hal tersebut; lalu apa yang terjadi kepada kita ketika hal-hal itu sirna atau tak pernah  tergapai.

Maka untuk mengusir sedih, Al-Kindi menyarankan agar hanya memberi nilai terhadap apa yang sungguh-sungguh penting bagi kita. Perlu perjuangan untuk mengekang hasrat guna memelihara keseimbangan rohani. Di sini Ia berhasil menempatkan nilai lebih pada diri manusia, gagasan dan agama ketimbang benda-benda materi (hlm. 75).

Waktu seringkali memisahkan fakta dan fiksi. Masyarakat pada zaman dahulu percaya bahwa Bumi ini datar dan seisi alam semesta berputar mengelilingi planet kita. Namun setelah bukti-bukti terkumpul sedikit demi sedikit, dengan semakin berkembangnya teknologi, maka apa saja yang bertolak belakang dari kenyataan tentu akan makin terlihat jelas dan nyata.

Namun, Al-Kindi acapkali benar, dan hebatnya lagi, metode yang ia terapkan merupakan metode modern. Para dokter dan ilmuan masa kini terkagum-kagum dengan betapa pemikiran Al-Kindi mencerminkan logika modern dan percobaan sains. Mari kita coba membaca tulisannya dibawah ini.

Kita juga dapat melakukan pengamatan hanya dengan merasakan…apa yang dapat diakibatkan oleh udara yang teramat dingin terhadap air. Ambillah botol gelas, isi penuh dengan saju, dan tutup atasnya rapat-rapat. Lalu kita tentukan beratnya dengan menimbangnya. Tempatkan dalam wadah yang sebelumnya ditimbang.

Di permukaan botol tersebut udara berubah menjadi air, yang muncul di atasnya seperti tetesan-tetesan di atas wadah berpori besar, hingga air dengan jumlah yang cukup banyak sedikit demi sedikit terkumpul dalam wadah tersebut. Ukurlah botol tersebut, berat airnya dan juga wadahnya. Dapat diketahui bahwa kesemuanya lebih berat ketimbang sebelumnya, yang membuktikan perubahannya.” (hlm. 107-108)

Demikianlah salah satu tulisannya yang memuat teori-teori berdasarkan metode sains, matematika, dan prinsip-prinsip Islam yang  diterima oleh banyak kebudayaan serta agama lainnya. Tak heran, bila karya-karya Al-Kindi baru ditemukan kembali pada abad keduapuluh satu ini oleh para ilmuan dari seluruh penjuru dunia karena kebenaran tulisannya sering menyentuh batin manusia.

Berkat keahliannya sebagai ilmuwan, dokter mata pengembang optik, astronom, serta filsuf berlogika sains modern,  tulisan Al-Kindi akhirnya menjadi bacaan wajib bagi pelajar Arab dari generasi ke generasi. Tak pelak, seorang dokter dan ahli bedah matematika dari Italia, Gerolamo Cardano (1501-1576), menyatakan bahwa Al-Kindi salah seorang pemikir terbaik sepanjang sejarah (hlm. 113).

Membaca buku ini meyakinkan kepada kita bahwa Al-Kindi merupakan tokoh yang telah berhasil memberi sumbangsih amat besar bagi perkembangan peradaban dunia. Bahasanya ringan, dilengkapi data tahun alur peristiwa, serta diselipi gambar-gambar tentang Al-Kindi, tentu menjadikan nilai plus bagi buku ini [Khotibul Umam]. Judul buku: Al-Kindi, Perintis Dunia Filosofi Arab. Penulis: Tony Abboud. Penerbit: Muara. Cetakan: Pertama, Februari 2013. Tebal: 120 halaman. ISBN: 978-979-91-0544-8. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar