Dia adalah laki-laki Renasissance
di dunia Arab bahkan ratusan tahun sebelum Renaissance berkibar di Eropa. Rasa ingin
tahunya yang tak pernah terpuaskan dan pencariannya terhadap kebenaran
pengetahuan mengantarkan segala jenis bidang ilmu pada masa hidupnya berada
dalam lingkup keahliannya.
Tokoh besar itu memiliki nama lengkap Ya’qub
bin Ishaq al-Shabbah al-Kindi (800-866 M). Sepanjang hidupnya ia telah menulis
antara 200-270 buku serta makalah. Gelar “Sang Filsuf Pertama Arab” pun
dianugerahkan kepada Al-Kindi karena masa hidupnya telah didedikasikan terhadap
pengetahuan. Hal yang tidak kalah penting adalah sebab pendekatan akademisnya;
garis keturunan murni Arabnya, dan metode pembahasan ilmu
pengetahuannya—termasuk metafisika—memuat ilmu agama.
Yang mencengangkan bagi para pembaca karya
Al-Kindi masa kini adalah konsistensi Al-Kindi. Dalam membahas teologi maupun
sains, dia menggunakan cara diskusi logis. Jelas, dia telah melakukan segala
upaya untuk memadamkan setiap prasangka pribadi dalam usaha menemukan apa yang
dia sebut sebagai kebenaran.
Bagi Al-Kindi, meskipun bermuara pada Tuhan,
kebenaran dapat berasal dari sumber manapun, bahkan dari “ilmu pengetahuan
asing” (tulisan dan teori dari non Islam, seperti Yunani dan India). Hanya
sedikit ilmuan pada masa sebelum dan sesudah Al-Kindi yang mampu menerapkan
standar konsistensi tinggi semacam itu. Dia menerapkan penalaran yang sama
terhadap pengajaran filsafat tentang akal dan pengetahuan (hlm. 66-72).
Dalam bidang etika, sumbangsih Al-Kindi
juga sangat penting. Karyanya sekarang yang masih lengkap berjudul Fi
al-Hila Li-Daf al-Ahzan (Cara Menghalau Kesedihan). Dia meyakini bahwa
penyebab kesedihan itu ada tiga: hasrat memiliki sesuatu yang sulit untuk
dicapai; timbulnya pengharapan terhadap hal-hal tersebut; lalu apa yang terjadi
kepada kita ketika hal-hal itu sirna atau tak pernah tergapai.
Maka untuk mengusir sedih, Al-Kindi
menyarankan agar hanya memberi nilai terhadap apa yang sungguh-sungguh penting
bagi kita. Perlu perjuangan untuk mengekang hasrat guna memelihara keseimbangan
rohani. Di sini Ia berhasil menempatkan nilai lebih pada diri manusia, gagasan
dan agama ketimbang benda-benda materi (hlm. 75).
Waktu seringkali memisahkan fakta dan fiksi.
Masyarakat pada zaman dahulu percaya bahwa Bumi ini datar dan seisi alam
semesta berputar mengelilingi planet kita. Namun setelah bukti-bukti terkumpul
sedikit demi sedikit, dengan semakin berkembangnya teknologi, maka apa saja yang
bertolak belakang dari kenyataan tentu akan makin terlihat jelas dan nyata.
Namun, Al-Kindi acapkali benar, dan hebatnya
lagi, metode yang ia terapkan merupakan metode modern. Para dokter dan ilmuan
masa kini terkagum-kagum dengan betapa pemikiran Al-Kindi mencerminkan logika
modern dan percobaan sains. Mari kita coba membaca tulisannya dibawah ini.
“Kita juga dapat melakukan pengamatan hanya
dengan merasakan…apa yang dapat diakibatkan oleh udara yang teramat dingin
terhadap air. Ambillah botol gelas, isi penuh dengan saju, dan tutup atasnya
rapat-rapat. Lalu kita tentukan beratnya dengan menimbangnya. Tempatkan dalam
wadah yang sebelumnya ditimbang.
Di permukaan botol tersebut udara
berubah menjadi air, yang muncul di atasnya seperti tetesan-tetesan di atas
wadah berpori besar, hingga air dengan jumlah yang cukup banyak sedikit demi
sedikit terkumpul dalam wadah tersebut. Ukurlah botol tersebut, berat airnya
dan juga wadahnya. Dapat diketahui bahwa kesemuanya lebih berat ketimbang
sebelumnya, yang membuktikan perubahannya.” (hlm.
107-108)
Demikianlah salah satu tulisannya yang memuat
teori-teori berdasarkan metode sains, matematika, dan prinsip-prinsip Islam
yang diterima oleh banyak kebudayaan serta agama lainnya. Tak heran, bila
karya-karya Al-Kindi baru ditemukan kembali pada abad keduapuluh satu ini oleh
para ilmuan dari seluruh penjuru dunia karena kebenaran tulisannya sering
menyentuh batin manusia.
Berkat keahliannya sebagai ilmuwan, dokter
mata pengembang optik, astronom, serta filsuf berlogika sains modern,
tulisan Al-Kindi akhirnya menjadi bacaan wajib bagi pelajar Arab dari
generasi ke generasi. Tak pelak, seorang dokter dan ahli bedah matematika dari
Italia, Gerolamo Cardano (1501-1576), menyatakan bahwa Al-Kindi salah seorang
pemikir terbaik sepanjang sejarah (hlm. 113).
Membaca buku ini meyakinkan kepada kita bahwa
Al-Kindi merupakan tokoh yang telah berhasil memberi sumbangsih amat besar bagi
perkembangan peradaban dunia. Bahasanya ringan, dilengkapi data tahun alur
peristiwa, serta diselipi gambar-gambar tentang Al-Kindi, tentu menjadikan
nilai plus bagi buku ini [Khotibul Umam].
Judul buku: Al-Kindi, Perintis Dunia
Filosofi Arab. Penulis: Tony Abboud.
Penerbit: Muara. Cetakan: Pertama, Februari 2013. Tebal: 120 halaman. ISBN:
978-979-91-0544-8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar