Ada riwayat yang sering
dinukil oleh para nashibi untuk membuktikan klaim mereka bahwa Imam Ali
mengakui Abu Bakar berhak sebagai khalifah. Riwayat tersebut dinukil oleh Ibnu Katsir
dalam kitabnya Al Bidayah Wan Nihayah dimana ia sendiri menukil dari Musa bin
Uqbah dalam kitab Maghazi-nya. Kami akan meneliti riwayat tersebut dan
membuktikan bahwa riwayat tersebut tidaklah tsabit.
وقال موسى بن عقبة في مغازيه عن سعد بن إبراهيم حدثني أبي أن أباه عبد الرحمن بن عوف كان مع عمر وأن محمد بن مسلمة كسر سيف الزبير ثم خطب أبو بكر واعتذر إلى الناس وقال والله ما كنت حريصا على الإمارة يوما ولا ليلة ولا سألتها الله في سر ولا علانية فقبل المهاجرون مقالته وقال علي والزبير ما غضبنا إلا لأننا أخرنا عن المشورة وإنا نرى أبا بكر أحق الناس بها بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم إنه لصاحب الغار وإنا لنعرف شرفه وخيره ولقد أمره رسول الله صلى الله عليه وسلم بالصلاة بالناس وهو حي
Dan berkata Musa bin Uqbah
dalam Maghazi-nya dari Sa’d bin Ibrahiim yang berkata telah menceritakan
kepadaku Ayahku bahwa ayahnya Abdurrahman bin ‘Auf bersama Umar, dan bahwa
Muhammad bin Maslamah mematahkan pedang Zubair kemudian Abu Bakar berkhutbah,
memohon maaf kepada orang orang dan berkata “demi Allah sesungguhnya aku tidak
pernah berambisi atas kepemimpinan ini baik siang maupun malam, dan aku tidak
pernah meminta hal tersebut kepada Allah baik sembunyi maupun terang terangan”.
Maka kaum Muhajirin menerima perkataannya. Ali dan Zubair berkata “kami tidak
marah kecuali karena kami tidak diikutkan dalam musyawarah ini dan kami
berpandangan bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling berhak atasnya
sepeninggal Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Dialah orang yang
menemani Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] di dalam gua, kami telah
mengenal kemuliaan dan kebaikannya. Dialah yang diperintahkan oleh Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] memimpin shalat manusia ketika Beliau masih
hidup [Al Bidayah Wan Nihayah Ibnu Katsir 9/471]
Riwayat ini [jika memang
tsabit dari Musa bin Uqbah] diriwayatkan oleh para perawi tsiqat tetapi
mengandung illat [cacat]. Riwayat ini sanadnya berhenti pada Ibrahim bin
‘Abdurrahman bin ‘Auf dimana ia menceritakan kisah pembaiatan kepada Abu Bakar
bahwa ayahnya ikut bersama rombongan Umar bin Khaththab yang mematahkan pedang
Zubair kemudian ia juga menceritakan khutbah Abu Bakar dan pengakuan Ali dan
Zubair bahwa Abu Bakar berhak atas khilafah. Peristiwa itu terjadi pada tahun
11 H yaitu saat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat.
Ibrahim bin ‘Abdurrahman
bin ‘Auf wafat pada tahun 96 H [Al Kasyf no 165]. Jadi ada jeda sekitar 85
tahun antara peristiwa tersebut dan wafatnya Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin Auf.
Diperselisihkan kapan ia lahir. Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat menyatakan ia wafat
di madinah tahun 96 H dalam usia 75 tahun [Ats Tsiqat juz 4 no 1594]. Menurut
keterangan Ibnu Hibban maka ia lahir sekitar tahun 21 H dan itu berarti sangat
jelas riwayat tersebut inqitha’ [sanadnya terputus].
Ibnu Hajar menyebutkan
kalau ia sebenarnya lahir pada masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. [At
Tahdzib juz 1 no 248]. Pernyataan ini patut diberikan catatan. Ibu dari Ibrahim
bin ‘Abdurrahman adalah Ummu Kultsum binti Uqbah dan ayahnya adalah
‘Abdurrahman bin Auf. Ummu Kultsum binti Uqbah awalnya menikah dengan Zaid bin
Haritsah kemudian ketika Zaid terbunuh [pada perang mu’tah tahun 8 H] ia
menikah dengan Zubair sehingga melahirkan Zainab kemudian bercerai dan baru
menikah dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf. [Al Ishabah 8/291 no 12227 biografi Ummu
Kultsum]. Jika ia menikah dengan Zubair pada tahun 8 H maka mungkin ia
melahirkan Zainab pada tahun 9 H. Itu berarti Ummu Kultsum menikah dengan
‘Abdurrahman bin ‘Auf pada tahun 9 H. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat
pada tahun 11 H. Seandainya dikatakan Ibrahim bin ‘Abdurrahman lahir dimasa
hidup Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka ia lahir pada tahun 10 H atau 11
H.
Jadi saat peristiwa
tersebut terjadi yaitu Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat, Abu Bakar
dibaiat kemudian berkhutbah, Ali dan Zubair mengakui khalifah Abu Bakar,
Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf berusia lebih kurang satu tahun maka riwayat
ini sanadnya inqitha’ [terputus]. Ibrahim tidak menyaksikan peristiwa tersebut
dan ia meriwayatkannya melalui perantara yang tidak ia sebutkan. Kesimpulannya
riwayat Musa bin Uqbah itu dhaif karena sanadnya terputus.
Selain itu terdapat illat
[cacat] lain dari riwayat Musa bin Uqbah tersebut, sanadnya tidaklah tsabit
sampai Musa bin Uqbah. Riwayat ini disebutkan dalam kitab Al Ahadits Al
Muntakhab Min Maghazi Musa bin Uqbah Ibnu Qaadhiy Asy Syuhbah hal 94 no 19.
Berikut ringkasan sanad penulis kitab ini sampai Musa bin Uqbah
قنا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ عَتَّابٍ الْعَبْدِيُّ ، ثنا أَبُو مُحَمَّدٍ الْقَاسِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُغِيرَةِ ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عُقْبَةَ ، عَنْ عَمِّهِ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ ، صَاحِبِ الْمَغَازِي
Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar Muhammad bin ‘Abdullah bin Ahmad bin ‘Attaab Al ‘Abdiy yang
berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al Qaasim bin ‘Abdullah bin
Mughiirah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abi Uwais yang
berkata telah menceritakan kepada kami Ismaiil bin Ibrahim bin Uqbah dari
pamannya Musa bin Uqbah penulis Maghaaziy.
Sanad ini dhaif karena
Ismail bin Abi Uwais. Ia adalah perawi Bukhari Muslim yang dikenal dhaif. Ahmad
bin Hanbal berkata “tidak ada masalah padanya” [Akwal Ahmad no 166]. Nasa’i
berkata “dhaif” [Adh Dhu’afa An Nasa’i no 42]. Daruquthni menyatakan ia dhaif
[Akwal Daruquthni fii Rijal no 544]. Abu Hatim berkata “tempat kejujuran dan ia
pelupa” [Al Jarh Wat Ta’dil 2/180 no 613]. Terdapat perselisihan soal pendapat
Ibnu Ma’in
Ad Darimi meriwayatkan
dari Ibnu Ma’in bahwa tidak ada masalah padanya [Al Kamil Ibnu Adiy 1/323].
Ibnu Abi Khaitsamah
meriwayatkan dari Ibnu Ma’in bahwa ia shaduq tetapi lemah akalnya [Al Jarh Wat
Ta’dil 2/180 no 613].
Muawiyah bin Shalih
meriwayatkan dari Ibnu Ma’in bahwa Ismail bin Abi Uwais dhaif [Adh Dhu’afa Al
Uqaili 1/87 no 100]
Ibnu Junaid meriwayatkan
dari Ibnu Ma’in bahwa Ismail bin Abi Uwais kacau [hafalannya], berdusta dan
tidak ada apa apanya [Su’alat Ibnu Junaid no 162]
Abu Abbas Ahmad bin
Muhammad bin Qaasim meriwayatkan dari Ibnu Ma’in bahwa ia dhaif, orang yang
paling dhaif, tidak halal seorang muslim meriwayatkan darinya [Ma’rifat Ar
Rijal Yahya bin Ma’in no 121]
Pendapat yang rajih, Ibnu
Ma’in pada awalnya menganggap ia tidak ada masalah tetapi selanjutnya terbukti
bahwa ia lemah akalnya, kacau hafalannya dan berdusta maka Ibnu Ma’in
menyatakan ia dhaif dan tidak boleh meriwayatkan darinya.
Ibnu Adiy berkata “ini
hadis mungkar dari Malik, tidak dikenal kecuali dari hadis Ibnu Abi Uwais, Ibnu
Abi Uwais ini meriwayatkan dari Malik hadis-hadis yang ia tidak memiliki
mutaba’ah atasnya dan dari Sulaiman bin Bilal dari selain mereka berdua dari
syaikh syaikh-nya [Al Kamil Ibnu Adiy 1/324]. Ibnu Jauzi memasukkannya dalam
Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Ibnu Jauzi no 395]. Ibnu Hazm berkata “dhaif” [Al
Muhalla 8/7]. Salamah bin Syabib berkata aku mendengar Ismail bin Abi Uwais
mengatakan mungkin aku membuat-buat hadis untuk penduduk Madinah jika terjadi
perselisihan tentang sesuatu diantara mereka [Su’alat Abu Bakar Al Barqaniy hal
46-47 no 9]
Ibnu Hajar dalam At Taqrib
berkata “shaduq tetapi sering salah dalam hadis dari hafalannya” kemudian
dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa ia seorang yang dhaif tetapi dapat
dijadikan I’tibar [Tahrir At Taqrib no 460]. Ibnu Hajar dalam Al Fath
menyatakan bahwa ia tidak bisa dijadikan hujjah hadisnya kecuali yang terdapat
dalam kitab shahih karena celaan dari Nasa’i dan yang lainnya [Muqaddimah Fath
Al Bari hal 391].
Riwayat ini juga
diriwayatkan dengan sanad lain hingga Musa bin Uqbah sebagaimana disebutkan
oleh Al Hakim dalam Mustadrak Ash Shahihain juz 3 no 4422 dan Al Baihaqi dalam
Sunan Al Kubra 8/152 no 16364 dan Al I’tiqaad hal 350. Riwayat Baihaqi berasal
dari gurunya Al Hakim jadi sanadnya kembali kepada Al Hakim, berikut sanad
riwayat tersebut dalam kitab Al Mustadrak Al Hakim:
حدثنا محمد بن صالح بن هانئ ثنا الفضل بن محمد البيهقي ثنا إبراهيم بن المنذر الحزامي ثنا محمد بن فليح عن موسى بن عقبة عن سعد بن إبراهيم قال حدثني إبراهيم بن عبد الرحمن بن عوف
Telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Shalih bin Haani’ yang berkata telah menceritakan kepada kami
Al Fadhl bin Muhammad Al Baihaqiy yang berkata telah menceritakan kepada kami
Ibrahim bin Mundzir Al Hizaamiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Fulaih dari Musa bin Uqbah dari Sa’d bin Ibrahiim yang berkata telah
menceritakan kepadaku Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf [Mustadrak Ash
Shahihain juz 3 no 4422]
Sanad ini mengandung illat
[cacat] yaitu dua orang perawinya diperbincangkan yaitu Fadhl bin Muhammad Al
Baihaqiy dan Muhammad bin Fulaih bin Sulaiman
Fadhl bin Muhammad Al
Baihaqiy, Ibnu Abi Hatim berkata “ia dibicarakan” [Al Jarh Wat Ta’dil 7/396 no
393]. Al Hakim menyatakan ia tsiqat. Abu Ali Al Hafizh mendustakannya. Abu
‘Abdullah Al Akhram berkata shaduq hanya saja berlebihan dalam bertasyayyu’
[Lisan Al Mizan juz 4 no 1368]. Adz Dzahabi memasukkannya dalam Mughni Adh
Dhu’afa 2/513 no 4939].
Muhammad bin Fulaih bin
Sulaiman, Ibnu Main menyatakan ia tidak tsiqat. Abu Hatim berkata “tidak
mengapa dengannya tidak kuat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat.
Daruquthni berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 9 no 661]. Al Uqaili memasukkannya
dalam Adh Dhu’afa dan berkata “tidak diikuti hadisnya” [Adh Dhu’afa Al Uqaili
4/124 no 1682]. Ibnu Jauzi memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Ibnu
Jauzi no 3159]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq sering salah dan dikoreksi
dalam Tahrir At Taqrib bahwa Muhammad bin Fulaih dhaif tetapi bisa dijadikan
i’tibar [Tahrir At Taqrib no 6228]
Riwayat Muhammad bin
Fulaih dari Musa bin Uqbah juga disebutkan oleh Abdullah bin Ahmad tetapi
dengan matan yang tidak memuat khutbah Abu Bakar dan perkataan Ali dan Zubair.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ مُحَمَّدٍ الْمَخْزُومِيُّ الْمُسَيَّبِيُّ نا مُحَمَّدُ بْنُ فُلَيْحِ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ وَغَضِبَ رِجَالٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ فِي بَيْعَةِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، مِنْهُمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَالزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، فَدَخَلا بَيْتَ فَاطِمَةَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُمَا السِّلاحُ فَجَاءَهُمَا عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي عِصَابَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ فِيهِمْ أُسَيْدُ وَسَلَمَةُ بْنُ سَلامَةَ بْنِ وَقْشٍ وَهُمَا مِنْ بَنِي عَبْدِ الأَشْهَلِ وَيُقَالُ فِيهِمْ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ الشَّمَّاسِ أَخُو بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ فَأَخَذَ أَحَدُهُمْ سَيْفَ الزُّبَيْرِ فَضَرَبَ بِهِ الْحَجَرَ حَتَّى كَسَرَهُ قَالَ مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ : قَالَ سَعْدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ : حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ كَانَ مَعَ عُمَرَ يَوْمَئِذٍ وَأَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ مَسْلَمَةَ كَسَرَ سَيْفَ الزُّبَيْرِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Ishaq bin Muhammad Al Makhzuumiy Al Musayyabiy yang berkata
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fulaih bin Sulaiman dari Musa bin
Uqbah dari Ibnu Syihaab yang berkata sekelompok orang dari Muhajirin marah atas
dibaiatnya Abu Bakar, diantara mereka ada Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin
‘Awwaam radiallahu ‘anhuma, maka masuklah mereka ke rumah Fathimah binti
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan bersama mereka ada senjata. Umar
datang kepada mereka dengan sekelompok kaum muslimin diantaranya Usaid dan
Salamah bin Salamah bin Waqsy keduanya dari bani ‘Abdul Asyhal, dikatakan juga
diantara mereka ada Tsaabit bin Qais bin Asy Syammaas saudara bani Haarits bin
Khazraaj. Maka salah satu dari mereka mengambil pedang Zubair dan memukulkannya
ke batu hingga patah. Musa bin Uqbah berkata Sa’d bin Ibrahim berkata telah
menceritakan kepadaku Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwa Abdurrahman
bersama Umar pada hari itu dan Muhammad bin Maslamah yang mematahkan pedang
Zubair, wallahu a’lam [As Sunnah Abdullah bin Ahmad 2/553-554 no 1291]
Muhammad bin Ishaq bin
Muhammad Al Makhzuumiy adalah seorang tsiqat. Shalih bin Muhammad berkata aku
mendengar Mushab bin Zubair berkata “tidak ada diantara orang quraisy yang
lebih utama dari Al Musayyabiy” dan Shalih berkata “ia tsiqat”. Ibnu Qaani’ dan
Ibrahin bin Ishaq Ash Shawwaaf menyatakan tsiqat. [At Tahdzib juz 9 no 49].
Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/54]. Adz Dzahabiy berkata “tsiqat
faqih shalih” [Al Kasyf no 4716]. Maka ada dua riwayat
Riwayat Abdullah bin Ahmad
dari Muhammad bin Ishaq Al Makhzuumiy dari Muhammad bin Fulaih [lebih tsabit]
Riwayat Fadhl bin Muhammad
Al Baihaqiy dari Ibrahim bin Mundzir dari Muhammad bin Fulaih.
Riwayat Abdullah bin Ahmad
lebih tsabit dari riwayat Fadhl bin Muhammad. Hal ini karena Fadhl bin Muhammad
seorang yang diperbincangkan dan matan riwayat Muhammad bin Fulaih yang ia
sebutkan soal khutbah Abu Bakar adalah matan riwayat Ismail bin Abi Uwais dari
Ismail bin Ibrahim dari Musa bin Uqbah.
Fadhl bin Muhammad memang
dikenal meriwayatkan dari Ismail bin Abi Uwais sebagaimana disebutkan oleh Ibnu
Abi Hatim [Al Jarh Wat Ta’dil 7/69 no 393]. Jadi nampak disini Fadhl bin
Muhammad mencampuradukkan riwayat Muhammad bin Fulaih dengan riwayat Ismail bin
Abi Uwais. Riwayat Muhammad bin Fulaih yang tsabit berasal darinya adalah:
أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ كَانَ مَعَ عُمَرَ يَوْمَئِذٍ وَأَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ مَسْلَمَةَ كَسَرَ سَيْفَ الزُّبَيْرِ
Bahwa ‘Abdurrahman bersama
Umar pada hari itu dan Muhammad bin Maslamah mematahkan pedang Zubair.
Sedangkan matan yang
menyebutkan khutbah Abu Bakar dan pengakuan Ali dan Zubair bahwa Abu Bakar
lebih berhak sebagai khalifah adalah matan riwayat Ismail bin Abi Uwais dari
Ismail bin Ibrahim dari Musa bin Uqbah. Kesimpulannya riwayat Musa bin Uqbah
yang menyebutkan soal pengakuan Ali dan Zubair kedudukannya dhaif dan tidak
tsabit sampai ke Musa bin Uqbah karena diriwayatkan oleh Ismail bin Abi Uwais
seorang yang dhaif.