Oleh Muhammad Husain Falah Zadeh. Penerjemah: Nasir Dimyati (Dewan Penerjemah Situs Sadeqin)
Tempat dan Tanggal Lahir
Muhammad bin Ali bin
Babuwaih [1] yang lebih dikenal dengan julukan 'Syaikh Shaduq' lahir
di kota Qom pada tahun 306 H., Qom terletak di pusat negara Iran dan 135
kilometer ke arah selatan dari Teheran, kota ini sejak lama dikenal sebagai
kota ilmu dan ijtihad. Nama kota Qom selalu beriringan dengan sejarah dan
budaya Syi'ah, dari dulu memang penduduk kota itu punya kecenderungan yang kuat
terhadap agama Islam dan kecintaan pada para pemimpinnya. Kota ini telah
menghasilkan banyak tokoh ulama, ahli hadis, Islamisis yang ternama. Dari sejak
lama di sana terdapat pusat-pusat penelitian Islam di berbagai jurusan seperti
hadis, tafsir, fikih, dan sejarah. Dan seiring dengan waktu, pusat-pusat
pendidikan dan penelitian Islam itu terus berkembang sampai sekarang. Jerih
payah para tokoh ulama itu dalam menyebarkan ilmu-ilmu Ahli Bait as. menjadi
catatan sejarah yang tak terlupakan, bahkan di periode kekuasaan Dinasti
Umayyah dan Dinasti Abbasiah yang mencekam mereka mendatangi para imam dan
menimba ilmu lalu menyebarkannya ke berbagai kota yang tidak memungkinkan saat
itu untuk didatangi oleh imam.
Pemakaman ulama di kota ini menunjukkan latar belakang intelektual dan kulturalnya yang gemilang. Para sejarawan mencatat ada sekitar 700 tokoh muhadis (ahli sekaligus periwayat hadis) yang dikuburkan di Qom, dan betapa banyak tokoh ilmu, budaya, politik dan sosial yang terdidik dan tumbuh berkembang di kota ini. Tokoh muhadis paling penting dan besar yang dikuburkan di Qom adalah Syaikh Shaduq. Berikut ini kami akan membawakan sekilas tentang riwayat hidupnya.
Keturunan
Salah satu klan besar Iran
yang pada sekitar tiga ratus tahun yang lalu telah menyumbangkan ulama ternama
adalah Babuwaih, dan Syaikh Shaduq merupakan sumbangannya yang terbesar.
Babuwaih adalah kakek tertua Syaikh Shaduq, orang pertama yang berjulukan Ibnu
Babuwaih adalah bapaknya, yaitu Ali bin Husain bin Musa bin Babuwaih. Ibnu
Babuwaih sendiri termasuk tokoh Syi'ah yang terkemuka, karya-karyanya lebih
dari seratus judul buku. Dia adalah pemuka Syi'ah di kota Qom dan sekitarnya,
dia hidup pada zaman Imam Hasan al Askari as. dan masa gaib kecil Imam Mahdi af.,
tepatnya pada saat Husain bin Ruh menjadi wakil istimewa Imam Mahdi af. Selain
kegiatan intelektual, dia juga punya toko dan mengelolanya untuk menghidupi
keluarga dan sanak familinya. Dia bukan saja ulama dan intelektual pada
zamannya, tapi sampai sekarang pun dia sangat dihormati dan karya-karyanya
dihargai sekali.
Kelahiran Muhammad
Apa yang sempat membuat
hati Ibnu Babuwaih selama bertahun-tahun gelisah adalah belum dikaruniai anak,
padahal usianya sudah menginjak tua, tapi dia tidak pernah putus asa dari
rahmat Allah swt., terus saja dia berdoa dan memohon-Nya agar dikaruniai anak. Suatu
hari, dia bermaksud untuk menulis surat kepada Imam Mahdi af. dan minta tolong
kepada beliau agar berdoa untuknya. Dia cari-cari kesempatan yang pas dan orang
yang bisa dipercaya untuk menyampaikan surat itu kepada beliau. Sampai suatu
hari, ada kafilah dari Qom yang ingin pergi ke negeri Irak, di antara mereka
terdapat seorang teman yang biasa dipanggil dengan Abu Ja'far [2],
maka dia titipkan surat itu kepadanya untuk disampaikan kepada Husain bin Ruh [3]
untuk kemudian dia sampaikan kepada Imam Mahdi af. Abu Ja'far meriwayatkan
bahwa dia serahkan surat itu kepada wakil istimewa Imam Mahdi af., setelah tiga
hari saya diberitahu bahwa Imam af. telah mendoakan Ibnu Babuwaih dan tidak
lama lagi dia akan dikaruniai anak yang menjadi sumber berkah bagi orang lain. [4]
Syaikh Thusi berkata: "Banyak sekali tokoh Qom yang meriwayatkan bahwa Ali bin Husain bin Babuwaih menikah dengan puteri pamannya, tapi pernikahan itu tidak membuahkan anak. Lalu, dia mengirimkan surat kepada Syaikh Abu Qasim Husain bin Ruh yang berisikan permohonan kepada Imam Mahdi af. agar berdoa untuknya, maka berkat doa itu Allah swt. mengaruniainya anak. Jawaban yang sampai kepada Ibnu Babuwaih dari Imam Mahdi af. adalah kamu tidak bisa punya anak bersama istrimu yang sekarang, tapi tidak lama lagi kamu akan menikah dengan seorang budak perempuan asal Dailam [5] dan melalui dia kamu akan dikaruniai dua anak yang alim." [6] Syaikh Shaduq sendiri menuliskan cerita doa Imam Mahdi af. dan kelahiran dirinya itu dalam kitab Ikmâl Al-Dîn, lalu dia menambahkan bahwa setiap kali Abu Ja'far Muhammad bin Ali Aswad melihat saya gigih dan semangat sekali mempelajari hadis dan ilmu-ilmu Ahli Ahli Bait as. dia berkata, 'Tidak heran jika kamu semangat dan gigih sekali menuntut ilmu, karena memang kamu lahir berkat doa Imam Mahdi af.'
Itulah berita gembira Imam
Mahdi af. untuk Ibnu Babuwaih. Tak lama setelah menikah dengan budak asal
Dailam, Allah swt. mengaruniainya anak yang dia beri nama Muhammad, setelah itu
dia dikaruniai anak yang kedua dan dia beri nama Husain. Husain bin Ali bin
Babuwaih juga tergolong ulama besar setelah ayah dan kakaknya.
Masa Kecil
Pada waktu Allah swt.
mengaruniainya anak yang pertama, dia relatif tua dan sudah mempelajari ajaran
Islam dari berbagai ulama dan muhaddis, bahkan ketika itu dia merupakan salah
satu tokoh terkemuka dunia Islam dan pemimpin kelompok Syi'ah di Qom. Mungkin
di balik itulah terletak hikmah kenapa Muhammad (Syaikh Shaduq) lahir di usia
bapak yang relatif tua, karena dengan demikian Muhammad sangat diuntungkan oleh
pengalaman dan kemampuan bapaknya, sehingga dia dapat berkembang pesat di bawah
budi pekerti dan pengetahuan agama yang istimewa.
Masa Sekolah
Di masa kecil, Muhammad
belajar ilmu agama dari bapaknya, selain itu dia juga menjalani pendidikan
dasar di kota Qom bersama ulama dan muhaddis di sana. Dia gigih sekali menuntut
ilmu dan mengejar makrifah. Maka tidak lama kemudian dia telah menguasai banyak
bidang ilmu dan pengetahuan. Kebanyakan ilmu dasar dipelajarinya secara
langsung dari bapak, selebihnya dia pelajari dari para ulama di majelis-majelis
mereka. Setelah mencapai jenjang pendidikan yang tinggi, dia ingin sekali
menimba ilmu dari guru besar dan muhaddis lain, itulah sebabnya dia memulai
perjalanan keluar kota untuk mencapai maksud, dan besar kemungkinan salah satu
faktor kesuksesan dia adalah banyaknya jumlah guru yang dia datangi untuk
menimba ilmu mereka. Ulama dan peneliti yang bernama Syaikh Abdurrahim Rabani
Syirazi di dalam pengantar kitab Ma‘ânî Al-Akhbâr menuliskan riwayat hidup
Syaikh Shaduq dan menyebutkan 252 gurunya. [7] Di antara guru besar
dia di Qom adalah Muhammad bin Hasan bin Walid, Ahmad bin Ali bin Ibrahim Qomi,
Muhammad bin Yahya bin Athar Ays'ari Qomi, Hasan bin Idris Qomi, dan Hamzah bin
Muhammad Alawi. Pada ulasan tentang perjalanan dia, kami juga akan menyinggung
berapa nama guru besar yang ditimba ilmunya oleh Syaikh Shaduq.
Di Kota Rei
Salah satu fenomena sosial
– politik yang penting dan terjadi pada masa hidup Syaikh Shaduq adalah
kekuasaan dinasti yang berasal dari Iran dan bermazhab Syi'ah, yaitu Alu
Buwaih. Dari tahun 322 sampai 448 H. mereka menguasai kawasan luas yang
mencakup Iran, Irak, dan Siria. Kepergian Syaikh Shaduq dari kota Qom ke kota
Rei juga atas permintaan salah satu dari penguasa mereka yang bernama Ruknud
Daulah Dailami. Allamah Syusytari menceritakan kepergian Syaikh Syaduq dari Qom
ke Rei sebagai berikut: "Ruknud Daulah [8] meminta Syaikh
Shaduq untuk datang ke Darul Khilafah dan menyebarkan mazhab yang benar di
kawasannya, dia sendiri turut belajar darinya. Pada awal kedatangannya, sultan
mengutarakan beberapa pertanyaan darinya dan mendapatkan jawaban yang
memuaskan. Dia sangat menghormati dan memuliakannya, dia juga memberikan
berbagai fasilitas dan hadiah kepadanya." [9]
Sepertinya, faktor utama
undangan Ruknud Daulah dan sambutan positif Syaikh Shaduq adalah kekosongan
yang dialami oleh kota Rei semenjak ditinggalkan oleh Syaikh Kulaini ke Baghdad
dan kematiannya. Keberadaan Syaikh Shaduq di kota itu tentu menjadi sumber
berkah, dan mengingat pentingnya kehadiran dia di sana maka dia menerima
undangan Ruknud Daulah dan meninggalkan kota tempat lahirnnya menuju kota Rei. Hal
itu terbukti dengan diskusi dan dialog dia selama tinggal di kota Rei dengan
tokoh-tokoh mazhab yang lain mengenai topik-topik kajian Islam, khususnya
tentang imamah dan kegaiban Imam Mahdi af., diskusi dan dialog yang terkadang
dihadiri juga oleh Ruknud Daulah itu kemudian dicatat dan menjadi peninggalan
buku yang sangat berharga.
Era Hadis
Tepat sekali jika zaman
ketika Syaikh Shaduq hidup diberi nama era hadis, yaitu periode yang telah
dimulai oleh gerakan intelektual Syaikh Kulaini dan dilanjutkan oleh kegiatan
Syaikh Shaduq yang tidak mengenal lelah. Syaikh Kulaini juga meninggalkan
tempat lahirnya, kota Kulain dan pergi ke Rei, di sana dia menulis kitab
Al-Kâfî yang merupakan salah satu kitab induk hadis Syi'ah, dengan itu dia
telah memulai gerakan intelektual baru dan merintis penulisan hadis-hadis Ahli
Bait as., kemudian dilanjutkan oleh para tokoh ulama yang lain, seperti Syaikh
Shaduq. Demi meneruskan misi dari gerakan yang dibangun oleh Syaikh Kulaini
tersebut, Syaikh Shaduq merencanakan perjalanan ke luar kota dan negara. Dan ini
merupakan pasal baru dari kehidupannya.
Perjalanan Intelektual
Dari hasil penelitian
tentang pasal kehidupan Syaikh Shaduq yang ini, kita tahu betapa besar
keinginan dia untuk mengumpulkan hadis para imam agama, menjaga dan
menyebarkannya kepada orang lain. Untuk itu, dia bepergian ke Balkh, Bukhara,
Kufah, dan Baghdad, lalu dari sana ke Mekah dan Madinah, dia hampiri semua
pusat kegiatan Islam di kota-kota tersebut, baik itu pusat kelompok Syi'ah
maupun Ahli Sunnah. Berbagai rintangan dan kesulitan dihadapinya dalam
perjalanan itu, tiada lain karena dia ingin pulang dengan memikul oleh-oleh
hadis Nabi Muhammad saw. dan Ahli Bait beliau as. Ke kota mana pun dia
menginjakkan kaki, dia mencari tokoh ulama yang terkemuka di sana untuk menimba
ilmu darinya, disamping itu dia juga membagikan ilmu yang dikuasainya kepada
para pecinta yang haus ilmu.
Di bulan Rajab tahun 352
H., dia pergi menziarahi makam Imam Ali Ridha as. di kota Masyhad dan kembali
lagi ke kota Rei. Lalu, di bulan Sya'ban tahun yang sama dia pergi ke Nisyabur
yang termasuk kota penting di kawasan Khurasan. Di kota itu dia dikerumuni oleh
masyarakat yang kebingungan akibat kerancuan intelektual tentang Imam Mahdi af.
yang tersebar luas di sana, dia isi majlis-mejlis ilmu di sana dengan pembahasan-pembahasan
yang sistematik dan argumentatif sehingga praktis kerancuan mereka tentang
gaibnya Imam Mahdi af. tersingkirkan.
Syaikh Shaduq menceritakan pengalamannya tersebut di dalam kitab Ikmâl Al-Dîn. Selain menyelesaikan kerancuan-kerancuan yang tersebar di tengah masyarakat Nisyabur, dia juga mendatangi para tokoh ulama untuk meriwayatkan hadis dari mereka, seperti Husain bin Ahmad Baihaqi, Abu Thayib Husain bin Ahmad, dan Abdullah bin Muhammad bin Abdulwahab. Di kota Marw, dia juga mendatangi para muhadis dan meriwayatkan hadis dari mereka, antara lain Muhammad bin Ali Syah Faqih, dan Abu Yusuf Rafi' bin Abdullah bin Abdulwahab bin Abdulmalik. Setelah itu, dia pergi ke kota Baghdad, di sana dia juga mendatangi tokoh-tokoh ulama dan muhaddis seraya meriwayatkan hadis dari mereka, seperti Husain bin Yahya Alawi, Ibrahim bin Harun, dan Ali bin Tsabit.
Pada tahun 354 H., dia
memasuki kota Kufah dan meriwayatkan hadis dari para syaikh di sana. Antara
lain Muhammad bin Bikran Naqasy, Ahmad bin Ibrahim bin Harun, Hasan bin
Muhammad bin Sa'id Hasyimi, Ali bin Isa, Hasan bin Muhammad bin Muhammad
Maskuni, dan Yahya bin Zaid bin Abbas bin Walid. Pada tahun itu juga dia pergi
haji dan mengunjungi Baitullahil Haram, di tengah perjalanan dia sempat bertemu
dengan para muhadis dan meriwayatkan hadis dari mereka, seperti Qasim bin
Muhammad bin Ahmadi Abdiwaih, Fadhl bin Fadhl bin Abbas Kindi, dan Muhammad bin
Fadhl bin Zaidiyah Jallab.
Sepulang dari manasik
haji, di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Ahmad bin Abu Ja'far
Baihaqi di daerah Faid, lalu dia meriwayatkan hadis darinya. Lalu pada tahun
355 dia kembali lagi memasuki kota Baghdad, dan sepertinya kedatangan dia itu
setelah pulang dari haji. Kitab Al-Majâlis menyebutkan dua perjalanan yang lain
dari Syaikh Shaduq ke kota Masyhad, sekali pada tahun 367 dimana dia bertemu
dengan Sayid Abu Barakat Ali bin Husain Husaini dan Abu Bakar bin Muhammad bin
Ali untuk meriwayatkan hadis, sekali lagi ketika dia ingin pergi ke Balkh untuk
bertemu dengan tokoh-tokoh ulama di sana, seperti Husain bin Muhammad Asynani
Razi, Husain bin Ahmad Astarabadi, Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Amr
Athar, Hakim Abu Hamid Ahmad bin Husain dan Ubaidullah bin Ahmad Faqih.
Di daerah Ilaq dia bertemu
dengan Muhammad bin Amr bin Ali bin Abdullah bashri, Muhammad bin Hasan bin
Ibrahim Kurkhi dan lain-lain untuk meriwayatkan hadis dari mereka, di daerah
ini pula Syarifudin Abu Abdillah Muhammad bin Husain, [10] yang
dikenal dengan sebutan Nikmat, memintanya agar menulis buku Man Lâ Yahdhuruhu
Al-Faqîh. Dari sana kemudian Syaikh Shaduq pergi ke Sarakhs, dan dari Sarakhs
menuju Samarqand dan Fara'inah. [11] Di tengah perjalanan menuju
Gurgan, dia bertemu dengan Abu Hasan Muhammad bin Qasim Astarabadi dan
meriwayatkan hadis darinya. [12]
Kedudukan Intelektual
Berkat doa Imam Mahdi af.,
berkah keberadaan Syaikh Shaduq menyebar ke mana-mana dan popularitasnya
mendunia, ulama di segala penjuru dunia memuji dan mengakui kebesarannya. Syaikh Shaduq tidak bisa hanya dikatakan sebagai seorang muhaddis, faqih, atau
pakar usul fikih, melainkan berdasarkan karya-karyanya yang beraneka ragam
harus dinyatakan sebagai ulama yang menguasai berbagai ilmu secara utuh. Umar
Ridha Kahhalah, salah seorang ulama Ahli Sunnah mengatakan: "Muhammad bin
Ali bin Husain ... adalah bermazhab Syi'ah, dia seorang mufasir, fakih, pakar
usul fikih, muhadis, hafiz, ahli ilmu rijal dan ... " [13] Tenaga
dan waktunya lebih banyak dia fokuskan untuk mengumpulkan hadis, menulis,
membukukan, menyusun secara tematis, mengajarkan dan menyebarkannya kepada
orang lain, selain juga menulis berbagai buku tentang persoalan yang dibutuhkan
pada zamannya atau bahkan untuk generasi yang akan datang. Semua ini tidak
mungkin dilakukan oleh seseorang kecuali dia menguasai bidang-bidang ilmu
tersebut.
Pengumpulan hadis, dan
penulisan, pembukuan serta penyusunannya secara tematis, itu pun pada saat
tidak ada atau sedikit sekali fasilitas penelitian dan penulisan seperti yang
tersedia pada zaman sekarang, menunjukkan betapa jerih payah Syaikh Shaduq
dalam hal ini luar biasa berat dan berharga. Pada zaman sekarang pun satu tim
saja masih kesulitan untuk melakukan pekerjaan seperti itu, padahal berbagai
fasilitas telah tersedia di hadapan mereka. Inovasi Syaikh Shaduq dalam
menyusun hadis dan riwayat Nabi saw. serta Ahli Baitnya as. menjadi sumber ilmu
yang segar dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi setelahnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan intelektual dan religius mereka.
Seorang Faqih Mazhab Syi'ah
Sebagian penulis riwayat
hidup fukaha lupa tidak menyebutkan nama Syaikh Shaduq di antara fukaha ternama
Syi'ah, padahal dia menulis buku-bukunya –termasuk kitab Man Lâ Yahdhuruhu
Al-Faqîh (salah satu dari empat buku induk hadis Syi'ah)- berdasarkan basis
fikih yang diyakininya, di pengantar buku Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqîh dia
menyebutkan, 'Apa yang saya tuangkan dalam kitab ini persis apa yang saya
fatwakan.' [14] Yakni, sesuai dengan pendapat dia di bidang hukum.
Kitab dia yang berjudul Al-Muqni‘ juga termasuk buku pedoman fikih Syi'ah dan
betul-betul berdimensi fatwa, para fakih setelah dia pun memandang buku ini
sebagai pandangan-pandangan hukum dia. Selain itu, banyak ulama yang menulis
tentang rijal menyebutnya dalam kategori fukaha. [15] Tokoh ternama
Syi'ah, Syaikh Thusi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Fihrist menyebutkan: "Syaikh
Shaduq adalah tokoh kita, fakih kita, dan kebanggaan orang-orang Syi'ah Khurasan,
... ". [16]
Pandangan Ulama Non-Syi'ah
Sosok Syaikh Shaduq yang
besar membuat para ulama Islam yang terkemuka sekalipun –baik dari kalangan
Syi'ah maupun Ahli Sunnah- memujinya dengan nama dan ungkapan yang istimewa,
sehingga membuat orang yang mendengarnya takjub menyaksikan kebesarannya. Syaikh Thusi di dalam kitab Al-Fihrist-nya mengatakan, 'Syaikh Shaduq adalah
seorang tokoh, hafiz hadis, kritikus riwayat, dan pakar ilmu rijal. Di antara
ulama Qom saat itu, tidak ada sosok ulama yang memiliki ingatan dan ilmu
setingkat dia.' [17] Muhammad
bin Idris di dalam kitab Sarô'ir mengatakan, 'Dia adalah ulama yang besar dan
terpercaya, spesialis hadis, kritikus riwayat, pakar ilmu rijal, hafiz kawakan,
dan merupakan guru Syaikh Mufid bin Muhammad bin Nu'man. [18]
Najasyi, pakar ilmu rijal
yang terkenal itu mengatakan, 'Syaikh Shaduq adalah tokoh dan fakih kita serta
sosok yang sangat terkenal di kalangan Syi'ah Khurasan. Pada tahun 355, dia
bepergian ke Baghdad, ketika itu usia dia relatif muda, tapi para ulama besar
di sana menimba ilmu darinya.' [19] Sayid bin Thawus mengatakan, 'Syaikh Abu
Ja'far Muhammad bin Ali bin Babuwaih adalah orang yang berilmu, mulia dan
terpercaya. Hal itu disepakati oleh semua ulama yang mengenalnya.' [20]
Syaikh Asadullah Syusytari di dalam kitab Maqôbis Al-Anwâr mengatakan, 'Syaikh
Shaduq adalah pemuka para muhadis, pembangkit kembali tonggak agama, penyandang
berbagai keutamaan dan keistimewaan. Dia dan saudaranya lahir berkat doa Imam
Hasan Askari as. dan Imam Mahdi af.' [21]
Allamah Mamaqani di dalam
kitab Tanqîh Al-Maqôl mengatakan, 'Muhammad bin Ali bin Babuwaih adalah sosok
ulama yang istimewa, masyarakat umum sangat diuntungkan dengan kepandaiannya
dalam hukum Islam, dan para fukaha sangat diuntungkan dengan hadis-hadis yang
dia riwayatkan, dan para ulama spesialis selalu mengenang serta memujinya.' [22]
Sayid Hasan Shadr mengatakan, 'Muhammad bin Ali bin Husain telah menulis lebih
dari 300 kitab, bisa dinyatakan bahwa dia merupakan sosok yang sangat istimewa
di antara ulama Islam.' [23] Pujian dan sanjungan seperti ini bukan hanya diungkapkan oleh ulama Syi'ah,
melainkan ulama Ahli Sunnah juga melakukan hal yang serupa. Di sini, kami hanya
akan membawakan satu contoh saja dari pujian mereka terhadap Syaikh Shaduq.
Khairudin Zarkali di dalam kitab Al-A‘lâm mengatakan, 'Muhammad bin Ali bin Husain dikenal dengan julukan Syaikh Shaduq, kita tidak akan bisa menemukan sosok ulama seistimewa dia di kota Qom. Dia tinggal di kota Rei, kedudukan dia di kawasan timur dan Khurasan tinggi sekali. Dia meninggal di kota Rei dan di sanalah dia dikuburkan. Karya-karyanya sekitar 300 kitab.' [24]
Jujur dan Terpercaya
Pada umumnya, para muhaddis
dan ahli hadis akan menerima sebuah hadis apabila perawinya dinyatakan oleh
ulama ilmu rijal sebagai orang yang jujur dan terpercaya. Di saat yang sama,
jarang sekali kita menyaksikan mereka menggunakan istilah jujur dan terpercaya
untuk Syaikh Shaduq. Tapi itu sama sekali bukan berarti dia tidak memenuhi
syarat tersebut. Syaikh Hur Amili, muhadis kawakan Syi'ah dan penulis buku
kumpulan hadis besar yang berjudul Wasâ'il Al-Syî‘ah mengatakan, 'Pujian yang
disebutkan para ulama rijal tentang Syaikh Shaduq tidak kurang dari pujian
jujur dan terpercaya, ketika seseorang telah mencapai tingkat kemuliaan dan
popularitas yang begitu tinggi maka apa perlunya menyanjung dia hanya dengan
kata-kata jujur dan terpercaya. Begitu percayanya para ulama terhadap dia
sehingga pujian 'jujur dan terpercaya' baginya terhitung remeh bahkan mungkin
termasuk pelecehan.' [25]
Muhaqiq Bahrani mengatakan, 'Saya melihat sebagian ulama kita yang menerima Marôsîl (hadis-hadis mursal) Syaikh Shaduq [26] sebagai hadis yang sahih. Menurut mereka, Marôsîl Syaikh Shaduq tidak kurang berkualitas jika dibandingkan dengan Marôsîl Ibnu Abi Umair. Sebagian ulama itu antara lain Damad di dalam kitab Mukhtalaf, Syahid di dalam kitab Syarh Irsyâd, dan Sayid Damad di dalam kitab Hawâsyî Faqîh.' [27] Allamah Mamaqani, yang dikenal sebagai pakar ilmu rijal, di dalam kitab Tanqîh Al-Maqôl mengatakan, 'Meragukan dan mempersoalkan kejujuran serta keadilan tokoh besar (Syaikh Shaduq) ini sama dengan meragukan dan mempersoalkan cahaya matahari yang terang benderang. Imam Mahdi af. berkata tentangnya, 'Sungguh Allah telah memberi manfaat kepada masyarakat melalui dia.' Pernyataan beliau ini setingkat atau bahkan lebih dari pernyataan jujur dan adil.' [28] Sebagian ulama menyebutkan bahwa kejujuran, keadilan dan keterpercayaan beliau adalah sesuatu yang sangat jelas, seperti jelasnya kejujuran, keadilan dan keterpercayaan Salman Al-Farisi atau Abu Dzar al Ghifari. [29]
Karya
Untuk mengulas secara
terperinci karya-karya Syaikh Shaduq, perlu kitab tersendiri. Syaikh Thusi di
dalam kitab Al-Fihrist mengatakan, 'Dia telah menulis sekitar 300 kitab.' [30]
Najasyi yang menulis buku Rijâl setelah penulisan buku Al-Fihrist oleh Syaikh
Thusi hanya menyebutkan 198 nama buku karya Syaikh Shaduq. [31] Tapi
perlu digarisbawahi bahwa kebesaran Syaikh Shaduq bukan karena kuantitas
karya-karyanya, tapi karena kualitasnya yang sangat tinggi. Pembukuan dan
penyusunan hadis Ahli Bait as. yang telah dilakukan olehnya tidak pernah ada
yang mendahului sebelum dia, hal ini menunjukkan penguasaan dia yang dalam
terhadap hadis.
Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqîh
Karya Syaikh Shaduq yang
paling terkenal dan paling besar setelah kitab Madînat Al-'Ilm adalah Man Lâ
Yahdhuruhu Al-Faqîh, satu dari empat kitab induk hadis Syi'ah. Kitab ini memuat
sekitar 6000 hadis yang disusun berdasarkan topik-topik ilmu fikih. Mengenai
penulisan buku ini, Syaikh Shaduq menjelaskan: "Saya tidak ingin seperti
penulis-penulis riwayat yang lain, mereka mencatat semua riwayat yang sampai
kepada mereka mengenai segala topik, tapi di buku ini saya hanya membawakan
hadis yang berdasarkannya saya memberi fatwa, dan menurut saya hadis-hadis itu
sahih serta merupakan hujjah antara saya dan Allah swt."
Marhum Mamaqani
mengatakan, 'Sebagian ulama lebih memprioritaskan kitab Man Lâ Yahdhuruhu
Al-Faqîh daripada tiga kitab induk hadis yang lainnya karena beberapa alasan;
ingatan penulisnya yang sangat kuat sehingga hadis yang diriwayatkannya dijamin
telah dicatat secara lebih teliti daripada yang lain, kegigihan dia dalam
menukil riwayat, masa penulisannya yang lebih baru dibandingkan dengan kitab
Al-Kâfî, jaminan yang diberikan oleh penulisnya tentang kesahihan hadis-hadis
di dalamnya, dan tujuan dia dari penulisan buku itu yang bukan sebatas
penukilan riwayat, melainkan dia juga memberikan fatwa atas dasar hadis-hadis
yang dinukilnya. [32]
Kamâl Al-Dîn wa Tamâm Al-Ni‘mah
Syaikh Shaduq menulis buku
ini di akhir hayatnya. Pada zaman itu, kelompok Ismailiyah yang punya pengaruh
luas di kawasan, begitu pula kelompok Zaidiyah, pendukung Ja'far Kadzab dan
pengikut mazhab Ahli Sunnah sama-sama melancarkan gugatan mereka terhadap
mazhab Syi'ah Imamiyah dan membuat benak masyarakat rancu akan duduk persoalan
yang sesungguhnya. Di dalam buku ini, pertama-tama dia menukil gugatan-gugutan
mereka, lalu menjawabnya satu persatu dan membela kebenaran mazhab Syi'ah
Imamiyah, dalam pada itu dia membahas persoalan tentang Imam Mahdi af. secara
luas dan terperinci. [33] Buku ini ditulisnya sekitar 90 tahun
setelah gaib besar Imam Mahdi af., dan isinya menunjukkan kepada kita bahwa
sejak zaman itu sudah banyak orang dari berbagai kalangan muslim, kafir dan
munafik yang mempersoalkan masalah gaibnya Imam Mahdi af. dan menggugat kelompok
Syi'ah karenanya.
Ma‘ânî Al-Akhbâr
Salah satu karya Syaikh
Shaduq yang sangat berharga adalah Ma‘ânî Al-Akhbâr yang memuat riwayat-riwayat
yang menerangkan kesulitan dalam hadis atau pun ayat Al-Qur'an.
‘Uyûn Akhbâr Al-Ridhô ‘Alaihi Al-Salâm
Buku ini dia tulis dan
hadiahkan untuk Shahib bin Ubad, seorang menteri yang alim dan konsisten
beragama dari Dinasti Buwaih. Di dalam buku ini, Syaikh Shaduq mengumpulkan
hadis-hadis dari imam kedelapan, yaitu Imam Ali Ridha as.
Al-Khishôl
Buku ini memuat poin-poin
penting etika, sains, sejarah, fikih dan nasihat yang berharga, disusun
berdasarkan urutan angka sehingga memberinya keindahan yang tersendiri dan
nilai yang besar sekali.
Amâlî (Majâlis)
Kuliah dan pidato Syaikh
Shaduq telah ditulis dan dikumpulkan di dalam buku ini. Buku ini disusun oleh
murid-muridnya.
‘Ilal Al-Syarô'i‘
Sebagaimana tampak dari
judulnya, buku ini memuat sebab dan filsafat hukum. Syaikh Shaduq mengumpulkan
hadis-hadis yang menyinggung persoalan sebab atau filsafat hukum di dalam buku
ini. Mungkin bisa dinyatakan bahwa buku ini merupakan buku yang pertama tentang
topik filsafat hukum. Karya-karya beliau yang lain di antaranya adalah: Tsawâb
Al-A‘mâl, ‘Iqôb Al-A‘mâl, Al-Muqni‘, Al-Awâ'il, Al-Awâkhir, Al-Manâhî,
Al-Tauhîd, Da‘â'im Al-Islâm, Itsbât Al-Washiyah, Al-Mashôbîh, Al-Târîkh,
Al-Mawâ‘idz, Al-Taqiyah, Al-Nâsikh wa Al-Mansûkh, Ibthôl Al-‘Ulûm wa
Al-Taqshîr, Al-Sir Al-Maktûm ilâ Al-Waqt Al-Ma‘lûm, Mishbâh Al-Mushollâ,
Mushôdaqot Al-Ikhwân, Al-Hidâyah fî Al-Ushûl wa Al-Fiqh, Al-Mawâ'idz wa
Al-Hikam, beberapa buku tentang keutamaan amalan-amalan dan bulan-bulan
tertentu, beberapa tesis tentang topik-topik fikih, beberapa buku tentang
keutamaan para nabi dan imam serta sahabat, beberapa kitab tentang sifat zuhud
para nabi dan imam, dan beberapa kita lagi tentang tanya jawab dengan
masyarakat.
Mutiara yang Hilang, Madînah Al-‘Ilm
Karya Syaikh Shaduq yang
paling penting, sebagaimana dia nyatakan sendiri dan sempat dimanfaatkan oleh
para ulama sampai zaman orangtua Syaikh Baha'i, adalah kitab yang berjudul
Madînah Al-‘Ilm. Tapi sayang sekali buku ini kemudian hilang dan tidak sampai
ke tangan kita. Menurut riwayat Ibnu Syahr Asyub di dalam kitab Ma‘âlim
Al-‘Ulamâ', kitab Madînah Al-‘Ilm adalah sepuluh jilid, sedangkan kitab Man Lâ
Yahdhuruhu Al-Faqîh hanya empat jilid. Oleh karena itu, kitab Madînah Al-‘Ilm
dua kali lipat –bahkan lebih- lebih besar dari kitab Man Lâ Yahdhuruhu
Al-Faqîh. [34] Syaikh Thusi, Syaikh Muntakhabudin dan ulama yang
lain menyebut kitab ini sebagai karya terbesar Syaikh Shaduq. Banyak juga ulama
yang menukil hadis dari kitab itu. [35]
Penulis kitab Roudhôt Al-Jannât mengatakan, 'Pasca periode Allamah, Syahid Awal dan Syahid Tsani, kitab itu hilang dan tidak pernah lagi dilihat atau didengar. Tapi menurut versi riwayat yang lain, kitab itu ada sampai zaman orangtua Syaikh Baha'i, dia sempat menyalin sebagian darinya.' [36] Syaikh Hasan bin Abdushamad Harisi (ayah Syaikh Bahaudin Amili) di dalam kitab Dirôyahnya menuliskan, 'Kitab induk hadis kita ada lima; Al-Kâfî, Madînah Al-‘Ilm, Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqîh, Al-Tahdzîb, dan Al-Istibshôr.' Allamah Majlisi dan setelah itu Sayid Muhammad Baqir Jailani sangat berusaha keras dan telah mengeluarkan biaya besar-besaran untuk menemukan buku itu, tapi sayangnya buku itu tidak kunjung ditemukan.
Murid Syaikh Shaduq
Syaikh Shaduq tahu persis
bahwa cara yang terbaik untuk menjaga hadis para imam agama di sepanjang zaman
dari tangan-tangan pengkhianat –selain menulis dan membukukannya- adalah
memindahkannya dari hati ke hati orang-orang yang peduli terhadap mazhab Ahli
Bait as. Oleh karena itu, seringkali ketika dia mendapatkan hadis dari
seseorang maka dia menghafal, mencatat, dan meriwayatkannya kepada orang yang
lain, itulah sebabnya jarang sekali ada ulama yang tidak dikuras ilmunya oleh
dia dan jarang pula pelajar agama yang tidak mendapatkan siraman ilmu darinya.
Ratusan jumlah muridnya,
antara lain yang terkenal adalah ulama ternama Syi'ah yang bernama Muhammad bin
Nu'man atau lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Mufid. Contoh lain dari
murid-muridnya yang juga ulama adalah saudaranya yang bernama Husain bin Ali
bin Babuwaih Qomi, kemudian Harun bin Musa Tal'akbari, Husain bin Ubaidullah
Ghadha'iri, Husain bin Ahmad bin Abbas Najasyi, Alamul Huda Sayid Murtadha, dan
Sayib Abu Barakat Ali bin Husain Jauzi Husaini Hilli.
Wafat
Setelah sekian banyak
berjuang keras di bidang budaya, pendidikan, dan penelitian Islam, Syaikh
Shaduq memenuhi panggilan Tuhannya pada tahun 381 H. dan pada usianya yang
ke-75 tahun. Dia wafat di kota Rei. Kepergiannya menghujani dunia Syi'ah dan
pecinta Ahli Bait as. dengan duka dan air mata. Jenasah beliau kemudian diarak
dan dimakamkan di dekat kuburan Hadirat Abdulazim Hasani di kota Rei. Pemakaman
dia sekarang menjadi tempat ziarah yang dikenal dengan nama Ibnu Babuwaih.
Sejak itu kuburan dia selalu dihormati dan diziarahi, tapi pasca fenomena yang
terjadi pada sekitar 185 tahun yang lalu, kebesaran Syaikh Shaduq semakin
tampak besar bagi para peziarahnya, sehingga mereka pun semakin mencintainya. Menurut
riwayat kitab Roudhôt Al-Jannât dan kitab sejarah lainnya disebutkan bahwa pada
tahun 1388 H., hujan yang sangat lebat mengguyur kota Rei, sehingga membuat
tanah di sekitar kuburan Syaikh Shaduq longsor dan terjadi rekahan di
kuburannya. Ketika orang-orang mukmin di sana hendak memperbaikinya dan sampai
ke liang kuburan dia, ternyata tubuh dia masih tampak selamat dan tidak
mengalami kerusakan sedikit pun, bahkan warna daun pacar di kukunya masih
terlihat jelas. Berita ini kemudian menyebar di seluruh penjuru Teheran, dan
raja Fatahali Syah Qajar juga mendengarnya, maka dia perintahkan agar kuburan
itu jangan segera ditutup dan dibetulkan, karena dia ingin menyaksikan fenomena
itu dengan mata kepalanya sendiri. Lalu, raja beserta rombongan, tokoh masyarakat
dan ulama datang ke sana, dan memang benar; mereka menyaksikan berita
sebagaimana faktanya di luar. Setelah menyaksikan keajaiban itu, kuburan Syaikh
Shaduq ditutup dan dibenahi kembali, bahkan dibuatkan bangunan di atasnya untuk
memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh para peziarah. [37]
Catatan:
1- Muhammad bin Ali bin
Husain bin Musa bin Babuwaih, disingkat menjadi Muhammad bin Ali Babuwaih.
2- Abu Ja'far Muhammad bin Ali Aswad.
3- Wakil istimewa Imam Mahdi af. yang ketiga, dialah orang yang menyampaikan surat atau pesan masyarakat kepada beliau, sebaliknya dia pula yang menyampaikan jawaban dan pemberian beliau kepada mereka.
4- Tanqîh Al-Maqôl, jld. 3, hal. 154.
5- Dailam adalah nama sebuah suku yang hidup di Iran bagian utara dan sempat berkuasa di kawasan Iran.
6- Al-Ghoibah, hal. 188.
7- Ma‘ânî Al-Akhbâr, hal. 37.
8- Ruknud Daulah adalah julukan untuk hasan putera Abu Syuja' Dailami.
9- Majâlis Al-Mu'minîn, Qadhi Nurullah Syusytari, jld. 2, hal. 325.
10- Dari keturunan Imam Musa bin Ja'far as.
11- Pendahuluan kitab Bihâr Al-Anwâr, cetakan Bairut, hal. 69.
12- Hosyiyeh-e Syarhe Lum'eh (10 jilid), jld. 9, hal. 267.
13- Mu‘jam Al-Mu'allifîn, Umar Ridha Kahhalah, jld. 11, hal. 3.
14- Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqîh, jld. 1, hal. 3.
15- Shaduq dar Negohe Digaron.
16- Al-Fihrist, Syaikh Thusi, Manshur As-Syarif Ar-Ridha, hal. 304.
17- Ibid. hal. 157.
18- Mafokhere Islom, jld. 3, hal. 177; Pengantar kitab Ma‘ânî Al-Akhbâr, hal. 9, dinukil dari kitab Safînah Al-Bihâr, jld. 2, hal. 22.
19- Syarh Al-Lum‘ah, Kalantar, jld. 9, hal. 265.
20- Ibid.
21- Ibid.
22- Tanqîh Al-Maqôl, jld. 3, hal. 154.
23- Ta'sîs Al-Syî‘ah li ‘Ulûm Al-Islâm, hal. 262.
24- Al-A‘lâm, Khairudin Zarkali, jld. 6, hal. 274.
25- Al-Fawâ'id Al-Thûsiyah, hal. 7.
26- Hadis atau riwayat Mursal adalah hadis atau riwayat yang nama perawinya sebagian atau seluruhnya tidak disebutkan dan langsung dialamatkan kepada penyabda hadis, baik itu Nabi saw. atau pun Imam as.
27- Pendahuluan dalam kitab Ma‘ânî Al-Akhbâr, hal. 14; Roudhôt Al-Jannât, jld. 6, hal. 133.
28- Tanqîh Al-Maqôl, jld. 3, hal. 154.
29- Syarh Al-Lum‘ah, Kalantar, jld. 9, hal. 265
30- Al-Fihrist, hal. 204.
31- Rijâl Al-Najâsyî, hal. 389 – 392.
32- Tanqîh Al-Maqôl, jld. 3, hal. 155.
33- Hezoreh-e Syaikh Thusi, hal. 522.
34- Ma‘âlim Al-'Ulamâ', hal. 122.
35- Al-Dzarî‘ah ilâ Tashônîf Al-Syî‘ah, jld. 20, hal. 252.
36- Roudhôt Al-Jannât, jld. 6, hal. 136.
37- Ibid., hal. 140.
2- Abu Ja'far Muhammad bin Ali Aswad.
3- Wakil istimewa Imam Mahdi af. yang ketiga, dialah orang yang menyampaikan surat atau pesan masyarakat kepada beliau, sebaliknya dia pula yang menyampaikan jawaban dan pemberian beliau kepada mereka.
4- Tanqîh Al-Maqôl, jld. 3, hal. 154.
5- Dailam adalah nama sebuah suku yang hidup di Iran bagian utara dan sempat berkuasa di kawasan Iran.
6- Al-Ghoibah, hal. 188.
7- Ma‘ânî Al-Akhbâr, hal. 37.
8- Ruknud Daulah adalah julukan untuk hasan putera Abu Syuja' Dailami.
9- Majâlis Al-Mu'minîn, Qadhi Nurullah Syusytari, jld. 2, hal. 325.
10- Dari keturunan Imam Musa bin Ja'far as.
11- Pendahuluan kitab Bihâr Al-Anwâr, cetakan Bairut, hal. 69.
12- Hosyiyeh-e Syarhe Lum'eh (10 jilid), jld. 9, hal. 267.
13- Mu‘jam Al-Mu'allifîn, Umar Ridha Kahhalah, jld. 11, hal. 3.
14- Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqîh, jld. 1, hal. 3.
15- Shaduq dar Negohe Digaron.
16- Al-Fihrist, Syaikh Thusi, Manshur As-Syarif Ar-Ridha, hal. 304.
17- Ibid. hal. 157.
18- Mafokhere Islom, jld. 3, hal. 177; Pengantar kitab Ma‘ânî Al-Akhbâr, hal. 9, dinukil dari kitab Safînah Al-Bihâr, jld. 2, hal. 22.
19- Syarh Al-Lum‘ah, Kalantar, jld. 9, hal. 265.
20- Ibid.
21- Ibid.
22- Tanqîh Al-Maqôl, jld. 3, hal. 154.
23- Ta'sîs Al-Syî‘ah li ‘Ulûm Al-Islâm, hal. 262.
24- Al-A‘lâm, Khairudin Zarkali, jld. 6, hal. 274.
25- Al-Fawâ'id Al-Thûsiyah, hal. 7.
26- Hadis atau riwayat Mursal adalah hadis atau riwayat yang nama perawinya sebagian atau seluruhnya tidak disebutkan dan langsung dialamatkan kepada penyabda hadis, baik itu Nabi saw. atau pun Imam as.
27- Pendahuluan dalam kitab Ma‘ânî Al-Akhbâr, hal. 14; Roudhôt Al-Jannât, jld. 6, hal. 133.
28- Tanqîh Al-Maqôl, jld. 3, hal. 154.
29- Syarh Al-Lum‘ah, Kalantar, jld. 9, hal. 265
30- Al-Fihrist, hal. 204.
31- Rijâl Al-Najâsyî, hal. 389 – 392.
32- Tanqîh Al-Maqôl, jld. 3, hal. 155.
33- Hezoreh-e Syaikh Thusi, hal. 522.
34- Ma‘âlim Al-'Ulamâ', hal. 122.
35- Al-Dzarî‘ah ilâ Tashônîf Al-Syî‘ah, jld. 20, hal. 252.
36- Roudhôt Al-Jannât, jld. 6, hal. 136.
37- Ibid., hal. 140.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar