Oleh Hasan Ibrahim Zadeh. Penerjemah: Nasir
Dimyati (Dewan Penerjemah Situs Sadeqin)
Kelahiran
Allamah Muhammad Baqir
Majlisi lahir pada tahun 1037 HS. [1] Ayahnya adalah Maula Muhammad
Taqi Majlisi, murid istimewa Syaikh Baha'i dan termasuk pakar di berbagai
bidang ilmu-ilmu Islam pada zamannya, karya-karyanya banyak dan antara lain
kitab Ihyâ' Al-Ahâdîts fî Syarh Tahdzîb Al-Hadîts. Ibunya adalah puteri
Shadrudin Muhammad Asyuri [2] yang terdidik dalam lingkungan
keluarga ilmu dan keutamaan.
Allamah lahir, tumbuh dan besar di tengah keluarga yang terkenal dan terkemuka di kalangan Syi'ah sejak pertengahan abad kelima hijriyah, dan banyak ulama ternama yang disumbangkan oleh keluarga ini khususnya pada abad kesepuluh dan kesebelas. [3] Mulla Maqsud, kakek Allamah yang termasuk ulama yang bertakwa dan mubalig mazhab Syi'ah dijuluki dengan 'Majlisi' karena tutur katanya yang indah, puisi-puisinya yang menakjubkan, dan tingkah lakunya yang bijaksana. Sejak itu, keluarga dan keturunan dia dikenal dengan julukan 'Majlisi'. [4]
Pendidikan
Allamah Majlisi mulai
belajar pada ayahnya di usia empat tahun. [5] Potensi dan kepintaran
dia luar biasa sehingga pada usianya yang keempat belas tahun dia sudah
mendapatkan ijasah untuk meriwayatkan hadis dari filsuf muslim yang ternama,
Mulla Sadra. [6] Setelah itu, dia belajar dari Allamah Hasan
Syusytari, Amir Muhammad Mukmin Astarabadi, Mirza Jaza'iri, Syaikh Hur Amili,
Mulla Muhsin Astarabadi, Mulla Muhsin Faidh Kasyani, dan Mulla Shaleh Mazandarani.
Jumlah guru besar dia tidak kurang dari dua puluh satu orang. [7] Dalam waktu yang sangat singkat dia sudah menguasai berbagai ilmu seperti
nahwu, saraf, ma'ani, bayan, bahasa arab, matematika, sejarah, filsafat, hadis,
rijal, dirayah, usul fikih, fikih, dan kalam (teologi Islam).
Allamah Majlisi aktif
memimpin shalat jamaah dan mengajar di Madrasah Mulla Abdillah, tapi
sepeninggal ayahnya dia pindah tempat kegiatan ke Masjid Jami' Isfahan. [8]
Lebih dari seribu penuntut ilmu yang duduk di bangku pelajarannya dan menimba
ilmu serta makrifat darinya. Antara lain, Sayid Nikmatullah Jaza'iri yang
berkata, 'Padahal dia masih muda, tapi dia sangat berusaha keras untuk mencari
ilmu sehingga tidak ada ulama yang menandingi dia pada zamannya.' [9]
'Pada waktu dia aktif memberi nasihat kepada masyarakat di Masjid Jami'
Isfahan, tidak ada seorang pun yang lebih fasih dari dia. Kadang-kadang aku
mempelajari sebuah hadis di waktu malam, tapi kemudian di pagi hari dia
menerangkan hadis itu seakan-akan aku belum pernah membaca hadis itu.' [10]
Dia ulama yang sangat besar tapi menundukkan diri di hadapan orang lain, banyak
tokoh ternama pendidikan danulama pada waktu itu yang mengikuti pelajarannya
untuk memberitahukan kebesaran dia kepada pelajar-pelajar muda. Satu contoh,
Syaikh Muhammad Fadhil adalah ulama besar yang mempunyai majelis ilmu dan
pendidikan tersendiri, tapi dia duduk dan mengikuti pelajaran Allamah Majlisi
untuk mengajarkan sifat pendudukan diri atau tawadhu' kepada para penuntut
ilmu. Sebaliknya, Allamah juga menyatakan di hadapan murid-muridnya bahwa
manfaat yang didapatkannya dari kehadiran Syaikh Muhammad tidak lebih sedikit
daripada manfaat yang didapatkan oleh Syaikh darinya, bahkan dia menyatakan
bahwa manfaat yang didapatkannya dari Syaikh lebih banyak. [11]
Berikut ini adalah
nama-nama sebagian dari murid Allamah Majlisi yang besar dan telah mendapatkan
ijasah untuk meriwayatkan hadis darinya: Maula Ibrahim Jailani, Maula Muhammad
Ibrahim Buwanati, Mirza Ibrahim Husaini Nisyaburi, Abu Barakat bin Muhammad
Isma'il Khadim Masyhadi, Maula Abu Baqa', Abu Asyraf Isfahani, Maula Muhammad
baqir Jazzi, Mulla Muhammad Baqir Lahiji, Syaikh Bahaudin Kasyi, Maula Muhammad
Taqi Razi, Mirza Muhammad Taqi Almasi, Maula Habibullah Nasrabadi, Mulla Husain
Tafresyi, Muhammad Ridha Ardabili, Muhammat Thahir Isfahani, Abdul Husain
Mazandarani, Sayid Azizullah Jaza'iri, Mulla Muhammad Kadzim Syusytari, Syaikh
Bahaudin Muhammad Jaili, Maula Mahmud Thabasi, Muhammad Yusuf Qazwaini dan
lain-lain. [12]
Sayid Nikmatullah
Jaza'iri saat itu masih terhitung sebagai murid baru, tapi kecerdasar,
ketajaman berpikir dan kegigihannya yang tidak mengenal lelah menarik perhatian
Allamah Majlisi, ditambah lagi dengan kondisi miskin dia dan temannya yang baru
masuk hauzah ilmiah. Setelah itu, Allamah rutin memberi mereka santunan uang
bulanan, bahkan dia menampung mereka di rumahnya selama empat tahun. [13]
Dia didik Sayid Jaza'iri sampai menjadi ulama besar dan mujtahid yang
berkapabilitas tinggi, kemudian dia mengangkatnya sebagai guru di madrasah yang
dibangun oleh Mirza Taqi Daulatabadi di daerah Jamalah. [14]
Allamah Majlisi mendidik murid yang berbakat tinggi itu sampai menjadi cerminan dirinya bagi orang lain, baik dalam pengetahuan, moral, perilaku, dan kepiawaian dalam menerangkan topik ilmiah, sehingga ketika dia membawakan kuliah seolah-olah Allamah Majlisi yang sedang membawakannya, dia mempunyai sikap yang netral dan seimbang sebagaimana gurunya, dia senantiasa mengikuti bukti yang nyata dalam menghadapi kelompok siapa pun, baik itu pendukung usul fikih dan bukti rasional atau pun pendukung hadis dan bukti tekstual. [15]
Allamah Majlisi mendidik murid yang berbakat tinggi itu sampai menjadi cerminan dirinya bagi orang lain, baik dalam pengetahuan, moral, perilaku, dan kepiawaian dalam menerangkan topik ilmiah, sehingga ketika dia membawakan kuliah seolah-olah Allamah Majlisi yang sedang membawakannya, dia mempunyai sikap yang netral dan seimbang sebagaimana gurunya, dia senantiasa mengikuti bukti yang nyata dalam menghadapi kelompok siapa pun, baik itu pendukung usul fikih dan bukti rasional atau pun pendukung hadis dan bukti tekstual. [15]
Menyambut Cahaya
Allamah Majlisi
memilih jalan gurunya dalam penyebaran ilmu Ahli Bait as., dia tangguhkan
ilmu-ilmu rasional dan bergegas menyambut cahaya hadis dengan bekal penghambaan
yang mutlak, langkah pertama yang diambilnya adalah membuka kuliah tentang
empat kitab inti hadis Ahli Bait as. yang lebih populer dengan sebutan Kutub
Al-Arba'ah. Dia menulis buku komentar atas kitab Ushûl Al-Kâfî dan Al-Tahdzîb,
dia sengaja tidak menulis komentar atas kitab Man Lâ Yahdhuruhu Al-Faqîh karena
menurut dia komentar yang ditulis oleh ayahnya untuk buku itu sudah cukup,
adapun kitab Al-Istibshôr juga tidak dia komentari secara tertulis karena sudah
dipasrahkannya kepada salah satu dari muridnya. [16]
Allamah senantiasa
memotivasi murid-murid yang telah lama terasingkan dari hadis untuk lebih
banyak mempelajari dan menelitinya. Dia sangat berusaha untuk menjaga Kutub
Al-Arba'ah dari bahaya distorsi atau kepunahan dan mewariskannya kepada
generasi yang akan datang, salah satu cara yang digunakannya adalah menjanjikan
hadiah berharga bagi siapa saja dari muridnya yang menyalin Kutub Al-Arba'ah.
Mereka pun mendukung niat mulia sang guru dan menyerahkan hasil salinan mereka
kepadanya secara berkala untuk ditandatangani sebagai bukti ijin untuk
meriwayatkan. [17]
Di tengah kegigihannya
menjaga dan mengajarkan Kutub Al-Arba'ah, Shohîfah Sajjâdiyah Imam Ali Zainul
Abidin as., Al-Irsyâd karya Syaikh Mufid, dan Al-Qowâ'id karya Allamah Hilli,
Allamah mulai memikirkan ribuan kitab berharga lainnya yang seringkali menjadi
korban perampokan dan kekerasan sehingga naskah-naskahnya punah secara total
atau langka dan tersembunyi di peti-peti rumah. Ditambah lagi dengan fanatisme
buta Ahli Sunnah yang tidak jarang merusak literatur Syi'ah, begitu pula
kemungkinan Pemerintah Safawi pada zaman itu untuk runtuh karena digulingkan
oleh kekuasaan-kekuasaan barat dan timur Ahli Sunnah yang tentunya akan
diiringi oleh penetrasi politik kelompok Sufi dalam pusat pemerintahan. Kelomok
Sufi ini sangat berbahaya juga karena mereka sering mendistorsi hadis Ahli Bait
as.
Oleh karena itu, dia
mengerahkan segala daya dan upayanya untuk mengumpulkan karya-karya Syi'ah,
sehingga dia berhasil menemukan dua ratus Ashl (buku referensi hadis Ahli Bait
as.) dari jumlah keseluruhannya yang empat ratus. Dengan itu dia berhasil
membuat perpustakaan buku-buku Syi'ah yang sangat berharga. Bahkan, suatu saat
dia dibertahu bahwa di salah satu perpustakaan Yaman ada naskah kitab Madînah
Al-'Ilm –karya terbesar Syaikh Shaduq yang hilang-, seketika itu pula dia
menyampaikan persoalan ini kepada raja, sehingga raja mengirimkan berapa orang
delegasi ke raja Yaman dengan membawa hadiah-hadiah yang sangat berharga untuk
memohon kitab itu, tapi entah karena alasan apa kitab itu pada akhirnya tidak
sampai kepada Allamah. [18] Di sela-sela aktifitas intelektual dan
kulturalnya, dia menghidupkan kembali kitab-kitab kuno yang pernah ditulis oleh
ulama terdahulu, dia motivasi para pelajar untuk menyalin kitab-kitab itu dan
menyelamatkannya dari keterasingan, kemudian di setiap hasil salinan itu dia
memberi catatan bahwa sebelumnya buku ini terasingkan dan tidak ada seorang pun
yang membacanya. [19]
Bihâr Al-Anwâr
Terlintas ide baru di
benak Allamah Majlisi untuk mengumpulkan mutiara-mutiara Ahli Bait as. yang
sangat berharga setelah menemukannya dari berbagai penjuru dunia Islam, dia
membukukannya menjadi satu inseklopedia yang diberinya nama Bihâr Al-Anwâr atau
samudera cahaya. Dengan demikian, semua orang syi'ah dapat dengan mudah
mengakses sabda dan sunnah Ahli Bait as. dalam rangka menggapai jalan yang
lurus menuju Tuhan, dan sampai kapan pun aliran atau mazhab apa saja yang ingin
mengetahui sikap Ahli Bait as. dalam topik tertentu bisa diarahkan oleh
komunitas syi'ah ke karya spektakuler tersebut. Itulah pentingnya kenapa dia
menulis dan menyusun kitab Bihâr Al-Anwâr.
Di pengantar buku itu
Allamah mengatakan, 'Pertama-tama saya menelaah buku-buku yang populer, setelah
itu saya meneliti kitab-kitab lain yang kuno dan sempat terasingkan karena
alasan tertentu. Di mana saja ada naskah hadis, saya pasti pergi ke sana dan
membeli atau memanfaatkannya dengan harga apa pun yang ditawarkan pemiliknya.
Saya kelilingi Timur dan Barat untuk menemukan naskah-naskah yang berharga.
Dalam hal ini, saya juga mengerahkan saudara-saudara sealiran saya untuk pergi
ke kota dan pelosok-pelosok desa, sehingga alhamdulillah mereka berhasil
mengumpulkan referensi-referensi yang sangat berharga pula ... setelah proses
ferifikasi dan revisi, saya melihat susunan referensi itu cacat dan klasifikasi
hadisnya tidak efektif bagi para peneliti, itulah sebabnya saya membuat susunan
baru yang sekiranya menarik dan efektif dari segala sisi ... tapi saya masih
khawatir jangan-jangan setelah kepergian saya nanti referensi revisi yang saya
terbitkan ini terasingkan juga atau dibakar oleh para penjajah yang zalim. Oleh
karena itu, saya segera minta pertolongan kepada Allah swt. untuk menulis kitab
Bihâr Al-Anwâr.
Di dalam kitab ini ada
sekitar 3000 hadis yang terbagi pada 48 judul kitab yang ilmiah, di dalam ini
juga anda akan megenal pasal-pasal yang mungkin untuk pertama kalinya kalian
kenal dan betul-betul baru.
Oleh karena itu, wahai
saudara-saudara segamaku yang menyimpan wilayah Ahli Bait as. di dala lubuk
hati mereka serta menyanjung mereka dengan lidah! Bergegaslah untuk membaca
buku ini, akui dan yakinilah, percayalah dan berpegang teghulah padanya, dan
jangan sampai kalian termasuk orang yang mengatakan sesatu yang bertentangan
dengan isi hatinya. [20]
Tapi sayang, waktu
yang terbatas dan kesibukannya yang sangat padat membuat Allamah tidak sempat
lagi untuk melakukan ferifikasi dan koreksi terhadap hadis-hadis itu. Makanya
di pengantar kitab dia mengatakan, 'Seandainya ajal memberi saya kesempatan dan
anugerah Allah swt. masih meliputi diri saya, ingin sekali saya menuliskan
komentar yang lengkap tentang maksud para ulama dari karya-karya mereka dan
memuatnya di dalam kitab Bihâr Al-Anwâr, karena dengan demikian para pelajar
dan ulama generasi yang akan datang juga dapat memanfaatkannya secara lebih
efektif dan efisien.' [21]
Allamah Majlisi
mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam ferifikasi dan koreksi atas hadis
atau riwayat, hal itu bisa kita saksikan di dalam kitab Mir'âh Al-'Uqûl.
Imam Khomaini berkata
tentang kitab Bihâr Al-Anwâr, 'Kitab ini adalah khasanah seluruh hadis yang
dinisbahkan kepada pemimpin-pemimpin Islam, terlepas apakah penisbahan itu
tepat atau tidak. Di dalamnya, ada bab-bab yang oleh penyusunya sendiri
dinyatakan bahwa penisbahan hadis-haidis ini kepada mereka tidak tepat. Pada
prinsipnya, penyusun tidak bermaksud untuk menulis buku ilmiah yang secara
spesifik menentukan mana hadis yang sohih dan mana yang bukan, oleh karena itu
siapa pun tidak berhak mengkritik kenapa dia memuat hadis-hadis seperti itu di
dalam kitabnya.' [22]
Karya Allamah Majlisi
Allamah sering menulis
buku sesuai dengan tuntutan budaya masyarakat zaman itu, contohnya ketika dia
melihat masyarakatnya sedang membutuhkan ilmu astronomi maka dia menulis buku
Ikhtiyârôt, ketika dia melihat banyak orang yang cenderung menjauh dari Allah
swt. maka dia menulis kitab 'Ain Al-Hayâh. [23] Karya-karya dia yang
berbahasa persi juga sangat berguna dalam menyelesaikan problem agamis dan
duniawi masyarakat saat itu, sehingga praktis telah membimbing mereka ke jalan
yang benar. [24] Banyak juga kitab-kitab dia yang bisa digunakan
baik oleh orang arab maupun persi, orang bodoh maupun alim, laki maupun
perempuan, bahkan anak-anak kecil juga bisa mengambil manfaat yang berharga
darinya. [25]
Antara lain
karya-karya Allamah Majlisi selain Bihâr Al-Anwâr adalah:
1- Mir'âh Al-'Uqûl fî Syarh Akhbâr Al-Rosûl yang mengomentari kitab Ushûl Al-Kâfî;
2- Malâdz Al-Akhbâr fî Syarh Al-Tahdzîb;
3- Syarh Arba'în;
4- Al-Wajîzah fî Al-Rijâl;
5- Al-Faw'id Al-Thorîqoh fî Syarh Al-Shohîfah Al-Sajjâdiyah;
6- Risâlah Al-Awzân;
7- Al-Masâ'il Al-Hindiyah;
8- Risâlah fî Al-Syukûk;
Adapun karya-karya dia yang berbahasa persi antara lain adalah:
1- Haqqul Yaqin. 2- 'Ainul Hayot. 3- Hilyatul Muttaqin. 4- Hayotul Qulub. 5- Misykotul Anwor. 6- Jalo'ul 'Uyun. 7- Zodul Ma'od. 8 Tuhfatuz Zo'ir. 9- Miqyosul Mashobih. 10 – Rabi'ul Asobi'. 11- Resoleh dar Syukuk. 12- Resoleh-e Diyot. 13- Resoleh dar Awqot. 14- Resoleh dar Jefr. 15- Resoleh dar Behesyt wa Duzakh. 16- Resoleh-e Ekhteyorote Ayyom. 17- Tarjumeh-e 'Ahdnomeh-e Amirel Mukmenin as. beh Molek Asytar. 18- Mesykotul Anwor dar Odobe Qero'at wa Du'o. 19- Syarh Du'oye Jausyan Kabir. 20- Resoleh dar Raj'at. 21- Resoleh dar Odobe Namoz. 22- Resoleh dar Zakot.
1- Mir'âh Al-'Uqûl fî Syarh Akhbâr Al-Rosûl yang mengomentari kitab Ushûl Al-Kâfî;
2- Malâdz Al-Akhbâr fî Syarh Al-Tahdzîb;
3- Syarh Arba'în;
4- Al-Wajîzah fî Al-Rijâl;
5- Al-Faw'id Al-Thorîqoh fî Syarh Al-Shohîfah Al-Sajjâdiyah;
6- Risâlah Al-Awzân;
7- Al-Masâ'il Al-Hindiyah;
8- Risâlah fî Al-Syukûk;
Adapun karya-karya dia yang berbahasa persi antara lain adalah:
1- Haqqul Yaqin. 2- 'Ainul Hayot. 3- Hilyatul Muttaqin. 4- Hayotul Qulub. 5- Misykotul Anwor. 6- Jalo'ul 'Uyun. 7- Zodul Ma'od. 8 Tuhfatuz Zo'ir. 9- Miqyosul Mashobih. 10 – Rabi'ul Asobi'. 11- Resoleh dar Syukuk. 12- Resoleh-e Diyot. 13- Resoleh dar Awqot. 14- Resoleh dar Jefr. 15- Resoleh dar Behesyt wa Duzakh. 16- Resoleh-e Ekhteyorote Ayyom. 17- Tarjumeh-e 'Ahdnomeh-e Amirel Mukmenin as. beh Molek Asytar. 18- Mesykotul Anwor dar Odobe Qero'at wa Du'o. 19- Syarh Du'oye Jausyan Kabir. 20- Resoleh dar Raj'at. 21- Resoleh dar Odobe Namoz. 22- Resoleh dar Zakot.
Bekal Pena
Allamah Majlisi selalu
berbekal pena dalam perjalannya, contohnya dia menulis jilid ke-22 kitab Bihâr
Al-Anwâr di kota Najaf sepulangnya dari ibadah haji, [26] dia
menulis terjemahan pidato Imam Ali Ridha as. dan artikel tentang Bulan Rajab di
perjalanannya pulang dari Khurasan. [27]
Seringkali para
pelajar dan penuntut ilmu memanfaatkan kesempatan dari perjalanan Allamah,
mereka ikut bepergian bersamanya untuk dapat menimba ilmu darinya dalam suasana
yang akrab. Mir Muhammad Khatun Abadi mengatakan, 'Dari sejak kecil aku hobi
belajar ilmu-ilmu rasional, aku habiskan waktuku untuk itu, sampai kemudian
ketika di perjalanan pulang dari ibadah haji aku bertemu dengan Allamah Maula
Muhammad Baqir Majlisi dan berhubungan dekat dengannya, maka sejak itu aku
tercerahkan oleh cahaya ilmunya dan termotivasi untuk menekuni ilmu-ilmu
tekstual Islam seperti fikih, hadis dan sebagainya. Kemudian aku tersu menuntut
ilmu dari Allamah selama empat puluh tahun.' [28]
Ketika Allamah kunjung
ke kota Masyhad Muqadas untuk berziarah ke makam suci Imam Ali Ridha as., para
ulama dan pelajar memintanya untuk mengajarkan ilmu kepada mereka, maka dia
membuka majelis-majelis ilmu untuk menerangkan empat puluh hadis penting selama
kehadirannya di sana. Setelah itu, keterangan Allamah atas empat puluh hadis
tersebut ditulis menjadi buku, dan ketika salah satu ulama Ahli Sunnah
membacanya dia berkomentar, 'Sebelumnya aku mengira tingkat keilmuan Allamah
Majlisi tidak lebih dari penerjemahan buku dari bahasa arab ke bahasa persi,
tapi setelah aku membaca karyanya yang berjudul Asmâ' wa Al-'Âlam dan kitab
Syarh Arba'în aku sadar bahwa dia adalah seorang ulama yang tidak bisa
dibayangkan lagi keberadaan ulama lain yang tingkat keilmuannya lebih tinggi
dari dia.' [29]
Aktifitas Politik
Selain aktif di bidang
intelektual, Allamah Majlisi juga aktif di kancah politik, dia sering dizalimi
oleh kedengkian kaum orientalis dan intelektual yang kebara-baratan. Setelah
kepergian Almarhum Mulla Muhammad Baqir Sabzawari pada tahun 1090 H., Allamah
menduduki posisi sebagai Syaikhul Islam, [30] pada masa jabatannya
dia banyak memberikan kontribusi besar di aspek politik dan sosial Iran. Antara
lain kontribusi politik dia yang berharga adalah perjuangan melawan kelompok
sufi, dia telah mengurangi kekuasaan mereka di kantor-kantor pemerintah dan
istana penguasa. Megnenai kaum sufi yang melintah di mana-mana dan di kota
Isfahan saja mereka mempunyai 21 biara, Allamah menuliskan, 'Sekilas saya ingin
menerangkan apa saja yang menurutku terbukti oleh hadis yang mutawatir sebagai
prinsip-prinsip agama Islam yang benar, karena dengan itu kalian terhindarkan
dari bahaya kesesatan dan tidak sampai termakan oleh tipuan atau kecongkakan
kaum sufi, dan dengan itu pula aku telah menyampaikan bukti Allah swt. atas
kalian secara lengkap dan sempurna.' [31]
Selain berjuang
melawan kelompok Sufi, Allamah juga menentang keras para pastur, oknum asing,
delegasi yayasan atau perusahaan Barat, dan penyembah berhala. Suatu hari di
kota Isfahan, ada rumah yang dijadikan tempat menyembah berhala, dan ketika
berita itu sampai kepada Allamah maka dia keluarkan fatwa untuk merusak rumah
itu.' [32]
Setelah Raja Sulaiman
Darbarian dan Khajeh Sarayan mati, Husain Mirza (Sultan Husain) yang disayangi
oleh Maryam Bigem –bibi raja- menduduki posisinya sebagai raja. Di upacara
pelantikan dan pemasangan mahkota raja, Sultan Husain tidak mengijinkan
kelompok Sufi untuk memasangkan mahkota itu di kepalanya, padahal itu sudah
menjadi tradisi yang cukup lama di antara mereka, tapi dia malah memanggil
Allamah Majlisi untuk menjalakan acara formalitas tersebut. [33]
Upacara itu diselenggarakan di Aula Kaca, lalu Sultan berkata kepada Allamah,
'Apa imbalan yang kamu mau atas pemasangan mahkota ini?' [34]
Ketika itu Sultan
Husain terbilang masih remaja, bahkan belum bisa menunggangi kuda sendiri. [35]
Allamah Majlisi memandangnya masih belum cukup dewasa untuk menahkodai negeri
ini sampai ke tepi dengan selamat, itulah sebabnya dia meminta sesuatu yang tidak
bisa dibayangkan bahkan oleh para ulama zaman itu, dia mengutarakan sesuatu
yang menunjukkan betapa mulia ruhnya dan betapa luas pandangan politiknya, dia
menitikberatkan pada tiga hal yang dapat menundukkan bangsa-bangsa besar dan
menghinakannya, yaitu kebejatan, perpecahan, dan ketidakpedulian generasi muda.
Dia berkata kepada Sultan, 'Saya minta kepada Sultan untuk melarang minuman
keras, pertikaian antar kelompok, dan permainan merpati.' Sultan menerima
permintaan itu dan segera mengeluarkan perintah seperti yang diinginkan oleh
Allamah. [36] Selain itu, Allamah juga mendesak dia untuk
menandatangani perintah pengusiran kelompok sufi dari kota. [37] Semua itu merupakan kemenangan besar Allamah Majlisi di kancah politik, dengan
bimbingan-bimbingannya dia berhasil menyelamatkan Iran dalam kondisi yang
sangat sensitif; karena ketika itu penguasa Usmani di Barat, penguasa Uzbek di
Timur, penguasa Gurgan di tenggara, penguasa Rusia di Utara, dan
perusahaan-perusahaan raksasa Belanda atau Hindia Belanda sama-sama tertarik
untuk menduduki kawasan Iran dan menguasainya. Selang berapa tempo, terjadilah pengkhianatan dari orang-orang dalam yang
terlena dalam kehidupan foya-foya, Mariam Bigem –bibi raja- memelopori rencana
busuk mereka dan menarik Sultan ke lembah minuman keras dan kenikmatan duniawi,
maka lambat laun pengaruh Allamah dalam pemerintahan semakin memudar.
Di antara poin penting
yang patut untuk diperhatikan dalam politik Allamah Majlisi di istana adalah:
Selama dia masih hidup dan berpengaruh di dalam kebijakan penguasa, tidak
pernah terjadi peperangan antara Iran dengan tetangga-tetangganya yang dominan
bermazhab Ahli Sunnah, wilayah-wilayah Ahli Sunnah di dalam negeri Iran sendiri
tidak pernah dilanggar oleh kaum Syi'ah, dan intinya Iran pada zaman itu berada
dalam keamanan dan kestabilan. Akan tetapi setelah dia meninggal pada tanggal
27 Ramadan 1111 H., hitungan mundur runtuhnya kekuasaan Shafawiyah melaju
cepat, dan pada tahun itu juga wilayah Qandar lebih dulu runtuh daripada yang
lain. [38] (Referensi:
Gulsyane Abrar, ditulis oleh tim, Pazhuhesykadeh-e Baqirul Ulum)
Catatan:
1- Roihânah Al-Adab,
Muhammad Ali Mudaris Tabrizi, jld. 5, hal. 196.
2- Al-Dzarî‘ah, Aqha Buzurge Tehrani, jld. 1, hal. 151.
3- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, Sayid Muslihudin Mahdawi, jld. 1, hal. 53.
4- Kornomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 145.
5- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 55.
6- Ibid., jld. 1, hal. 426.
7- Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 5.
8- Ibid., hal. 5.
9- Nobegheh-e Feqh wa Hadits, hal. 148.
10- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 148.
11- Ibid., hal. 66.
12- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 2, hal. 4; penulis buku ini menyebutkan 181 satu nama murid yang mendapatkan ijasah periwayatan hadis dari Allamah Majlisi.
13- Nobegheh-e Feqh wa Hadis, hal. 94.
14- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 180.
15- Nobegheh-e Feqh wa Hadis, hal. 219.
16- Al-Amal Al-Âmil, Hur Amili, jld. 2, hal. 248.
17- Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 26.
18- A'yân Al-Syî'ah, jld. 9, hal. 183.
19- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 117.
20- Muqodimah Bihâr Al-Anwâr, Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 6 – 8.
21- Kornomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 51.
22- Kasyf Al-Asrôr, hal. 319.
23- Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 25.
24- Tarjumeh-e Roudhôt Al-Jinân, jld. 2, hal. 86.
25- Fawâ'id Al-Rodhowiyah, Syaikh Abbas Qomi, hal. 413.
26- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 160.
27- Ibid., hal. 161.
28- Al-Kunâ wa Al-Alqôb, jld. 3, hal. 123.
29- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 161.
30- Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 26.
31- Terjumeh-e E'teqodote Allomeh Majlesi, hal. 78.
32- Roudhôt Al-Jannât, jld. 2, hal. 79.
33- Enqerodhe Selseleh-e Shafawiyeh, hal. 43.
34- Ibid., hal. 39.
35- Ibid., hal. 43.
36- Ibid.
37- Qishosh Al-'Ulamo, Mirza Muhammad Tankabuni, hal. 205.
2- Al-Dzarî‘ah, Aqha Buzurge Tehrani, jld. 1, hal. 151.
3- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, Sayid Muslihudin Mahdawi, jld. 1, hal. 53.
4- Kornomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 145.
5- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 55.
6- Ibid., jld. 1, hal. 426.
7- Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 5.
8- Ibid., hal. 5.
9- Nobegheh-e Feqh wa Hadits, hal. 148.
10- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 148.
11- Ibid., hal. 66.
12- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 2, hal. 4; penulis buku ini menyebutkan 181 satu nama murid yang mendapatkan ijasah periwayatan hadis dari Allamah Majlisi.
13- Nobegheh-e Feqh wa Hadis, hal. 94.
14- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 180.
15- Nobegheh-e Feqh wa Hadis, hal. 219.
16- Al-Amal Al-Âmil, Hur Amili, jld. 2, hal. 248.
17- Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 26.
18- A'yân Al-Syî'ah, jld. 9, hal. 183.
19- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 117.
20- Muqodimah Bihâr Al-Anwâr, Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 6 – 8.
21- Kornomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 51.
22- Kasyf Al-Asrôr, hal. 319.
23- Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 25.
24- Tarjumeh-e Roudhôt Al-Jinân, jld. 2, hal. 86.
25- Fawâ'id Al-Rodhowiyah, Syaikh Abbas Qomi, hal. 413.
26- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 160.
27- Ibid., hal. 161.
28- Al-Kunâ wa Al-Alqôb, jld. 3, hal. 123.
29- Zendeginomeh-e Allomeh Majlesi, jld. 1, hal. 161.
30- Yodnomeh-e Allomeh Majlesi, hal. 26.
31- Terjumeh-e E'teqodote Allomeh Majlesi, hal. 78.
32- Roudhôt Al-Jannât, jld. 2, hal. 79.
33- Enqerodhe Selseleh-e Shafawiyeh, hal. 43.
34- Ibid., hal. 39.
35- Ibid., hal. 43.
36- Ibid.
37- Qishosh Al-'Ulamo, Mirza Muhammad Tankabuni, hal. 205.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar